Senin, 06 Juni 2016
RAHASIA KITAB PASHOLATAN 2
11.07
No comments
Udara terasa
dingin meski gerimis telah reda. Rembulan yang cuman separuh pun telah tampak .
Walaupun tidak terang, cahayanya cukup membantu penglihatan menembus gelap malam bagi orang desa. Sepi
senyap, hanya suara jangkrik yang
terdengar.
Ada tujuh orang yang jaga malam ini karena
cucu Mbah Padlan, Kuluk belum datang. Tiga orang di Pos ronda dan empat orang
melakukan Patroli sambil mengambil beras jimpitan dua tiga sendok yang di taruh
di depan pintu rumah dalam kaleng atau bumbung. Setelah banyak terkumpul
biasanya beras jimpitan itu di gunakan untuk kepentingan kampung atau kegiatan
sosial yang dikumpulkan di rumah kepala dusun.
Kang Birin dan
dan Kang Munir mengambil arah kanan dari Pos Ronda sedang Kang Warno dan Kang
Surip ke arah kiri. Setelah satu jam berkeliling mereka bertemu di depan
Mushola Kyai Semar karena rumah Kyai Semar terletak ditengah. Sepertinya
semuanya aman saja. Kemudian berempat menuju ke arah selatan , diujung sana ada
tiga rumah yang agak terpencil karena di batasi empat petak kebun yang cukup
luas milik Mbah Padlan yang saat ini di tanami singkong.
Dari arah
berlawanan tampak seorang pemuda berjalan dalam keremangan malam memakai celana
ikat yang panjangnya sampai di betis dan berkalung sarung. Mereka tahu itu
pasti Si Kuluk cucu Mbah Padlan yang akan ikut ronda. Tapi tak seoarng pun yang
melihat Kuluk keluar dari rumah kakeknya tapi tahu tahu sudah melenggamg di
jalan seolah memapak mereka.
“Assalamu’alaikum
bapak bapak, maaf kakek sedang tidak enak badan, sejak tadi bakda Isya sudah
istirahat dikamar, dan saya yang menggantikannya pun mohon maaf karena terlambat, tadi ketiduran di teras depan rumah” kata
Kuluk kemudian menjabat hormat ke empat orang yang seusia Ayahnya.
“Tidak mengapa
Mas Kuluk, kami juga baru mulai dan hendak menuju ke arah selatan, ke rumah
mbok Pinah yang paling ujung lalu mengitari batas dusun dari ujung selatan,
mari ikut bersama kami” Kata Kang Birin.
Berlima mereka
mereka melewati kebun jalan setapak menerobos sepinya kebun singkong. Bau harum
daun singkong muda yang basah membuat suana taMbah hening. Akhirnya merekapun
sampai di depan rumah mbok Pinah dan dua ruamah kerabat mbok pinah, Kang Idris
dan Kang Yahya.
Setelah
mengambil beras jimpitan di depan pintu rumah Mbok pinah Kang biein memberikan
kede agar teman-temanya disuruh mendekat.
“Di kebun
singkong tadi sepertinya ada rombongan lain selain kita di sebelah kebun yang
kanan” Kata Kang Birin. Tiga orang temanya tercekat antara percaya dan tidak.
Tapi mereka mengenal Kang Birin yang waktu mudanya pernah nyantri di Kediri
tidak berani membantah. Kuluk hanya menunduk menyembunyikan senyum kagumnya
lalu mengangguk-angguk.
“Jangan ada yang tolah toleh, Kalau mereka mengikuti kita berarti mereka
bukan pencuri dan pasti nanti mereka akan menampakkan diri di luar desa, tenang
tapi waspadalah, Kang Warno sampeyan jalan di depan bersama Kang Surip, mas Kuluk di tengah saya dan Kang
Munir di belakang, sekarang kita berjalan menuju keluar dusun melalui kebun
jagung belakang rumah Mbok Pinah, lalu
turun ke lapangan anak-anak biasa main bola kemudian menuju jalan desa”
Tidak ada yang membantah, mereka pun segera menerobos kebun jagung
menuju tanah lapang tempat anak anak main bola. Kuluk mengakui kecerdikan Kang
Birin sebab penguntit hanya punya dua pilihan, berhenti di balik rimbun pohon
jagung atau juga turun ke tanah lapang. Sebab kalau memutar jelas tidak mungkin
karena akan jauh tertinggal.
Benar, begitu mereka sampai di tanah
lapang empat orang muncul melompat keluar dengan golok terhunus dari depan dan samping
kanan ujung kebun jagung di susul dua orang dari dari belakang Kang Birin.
“Amankan Mas Kuluk !” Perintah Birin, karena
dia yakin mereka bukan pencuri tapi orang yang menginginkan Mas Kuluk. Mereka
pun segera membuat pagar mengelilingi Mas Kuluk. Empat orang gerombolan pun
maju
“ Sarungkan golok kalian ! jangan sampai
melukai peronda, cukup lumpuhkan dan bawa Kuluk ! “ Kata salah satu dari kedua
orang yang muncul dari belakang tadi. Ternyata mereka berdua adalah pimpinan
gerombolan itu.
Pertarungan satu lawan satu tak dapat di
hindarkan lagi, Kuluk yang ada ditengah mereka jongkok memeluk kaki seperti
orang ketakutan, tetapi kemudian tangannya tampak meraba-raba di tanah
mengambil dua kerikil yang cukup besar dan menggenggamnya erat di kedua
tangannya. Kini Kuluk telah duduk bersila sambil melihat empat kawannya yang bertarung.
Tampak Kang Birin dan Kang Warno dapat mengimbangi lawannya. Tetapi Kang Surip
sudah mulai terdesak.
“Bughh... “ Tendangan telak mengenai
perut Kang Surip hingga ia mundur sempoyongan. Untung saja punggungnya segera
di tahan oleh tangan Kuluk setelah dengan cepat menjentikkan kerikil tepat
mengenai kepala penyerangnya ketika maju hendak memukul Kang surip.
“Aaugh...” Hanya itulah yang keluar dari
mulut lawan Kang Surip lalu ambruk pingsan dengan kening berdarah. Semua
mengira Kang Surip berhasil merobohkan lawannya. Kang surip sadar apa yang
telah terjadi dan segera memandang Kuluk yang kembali duduk bersila sambil
meletakkan telunjuk kanannya di atas bibir. Kang Surip mengangguk, semangatnya
bangkit lagi. Tidak menghiraukan perutnya yang sakit, ia menerjang lawan Kang
Munir . Kini lawan Kang munir terpojok oleh serangan Kang Surip yang kini tambah
semangat hingga jurusnya dapat mengalir seperti air. Mungkin karena telah
hilang rasa takut dan keragua-raguannya.
Ketika lawanya berusaha mengelak tendangan
Kang Munir, dua pukulannya secara beruntun dan tenaga penuh dapat bersarang di
dada lawan membuat lawan terduduk kehabisan napas lalu pingsan. Berbarengan
dengan itu terdengar jeritan dan bunyi tulang patah. Nampak lawan Kang birin
Mundur Sempoyongan sambil tangan kirinya menopang tangannya kananya yang patah
di pangkal lengan. Ternyata Kang Birin pun mampu mendesak lawan.
“Kurang ajar,...!”salah seorang dari dua
orang yang dari tadi hanya melihat anak buahnya bertarung tiba- tiba telah
dihadapan Kang Birin dan menyerang dengan cepat. Tak menduga serangannya
secepat itu Kang Birin hanya bisa menjatuhkan dirinya dan berguling ke samping
hingga satu langkah di depan Kuluk. Kuluk yang spontan berdiri karena kaget
kemudin melolos kain sarung dari lehernya memapak kaki penyerang yang mengarah
kepala Kang Birin.
“Ctarr..! “ Ujung sarung telah mematah
kan serangan lawan sehingga kepala Kang birin selamat meski kupingnya
derdenging karena suara benturan kaki dan sarung tadi. Nampak Kuluk terdorong
mundur satu langkah karena benturan tadi begitu pula lawannya. Tanpa
menghiraukan kakinya yang seperti kesemutan begitu kedua kakinya menginjak tanah
segera melompat dengan pukulan beruntun yang cepat. Lagi-lagi Kang Birin hanya
bisa mundur menghidar tapi terlambat dan
“Desshh !” Dua tangan memapak tepat satu
jengkal di depan mukanya membuat ia
terdorong dan terjengKang. Tampak olehnya Kuluk sudah berdiri tegak tidak jauh
dari tempat dia tadi berdiri. Ternyata yamg memapak pukulan berbahaya tadi
adalah Kuluk. Sedang lawan yang menyeragnya terpental karena benturan pukulan
tadi dan terduduk dengan sorot mata tak percaya, segera ia berdiri lalu terbatuk
dan memegangi dadanya, agak limbung tapi dia paksa agar tegak berdiri karena
malu dapat dikalahkan oleh pemuda kemarin sore.
“Hentikan, Kuluk sebaiknya kau ikut kami
atau orang ini aku patah kan lehernya!” Tiba-tiba orang yang tadi tidak
bertarung dan hanya menonoton itu telah mengunci leher Kang Warno. Dan tampak pula
Kang Munir telah duduk lemas dengan leher ditempeli golok lawan.
Belum sempat Kuluk menjajawab tiba-tiba
melesat dua bayangan dari kebun jagung lalu berhenti agak jauh di tengah
lapang, itu berarti melewati mereka, tapi tadi tak seorangpun dapat melihat
degan jelas. Setelah dua bayangan itu membalikan badan barulah mereka tahu,
”Kakek, Kyai,...! “ Panggil Kuluk kepada
dua orang sosok yang baru datang itu. Rupanya mereka adalah Mbah Padlan dan Kyai
Semar.
“Semuanya diam dan jangan ada yang
berbuat bodoh,... Aku dan Mbah Padlan tidak tertarik untuk mengetahui dan
membuka kedok kalian, sebaiknya kalian lepaskan wargaku dan pergi dari sini.
Kalau masih ada yang bertindak bodoh dengan
melukai sedikit saja kedua wargaku itu, Aku dan Mbah Padlan tidak akan
membiarkan ada yang keluar dari lapangan ini kecuali di gotong besok setelah
sholat subuh ke rumah kalian masing-masing sebagai mayat!....Sekarang lepaskan
dan pergilah” Kyai Semar lalu melambaikan tangannya. Lima orang anggota
gerombolan itu memandang ke arah pimpinan mereka yang sedang menawan Kang
Warno. Dia melepaskan Kang Warno dan kang Surip dan segera kabur secepatnya meninggalkan
tempat itu tanpa satu patah katapun diikuti gerombolanya ke arah kebun jagung.
Kuluk dan teman-temannya segera berlari
menghampiri kedua kakek itu. Dan bersalaman mencium tangan mereka. Baru kali
ini mereka melihat kehebatan kedua kakek yang telah banyak diperbincangkan
orang. Kini mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana kedua kakek
itu menaklukkan enam orang hanya dengan ucapanya yang wibawa dan menggetarkan
hati.
“Kakek, maafkan saya yang tidak
mendegarkan nasehat kakek, terima kasih Kyai, .. “ Kata kuluk di depan mereka
“ Sudahlah, teruskan kalian berkeliling
tapi jangan ada yang bercerita tentang peristiwa ini kepada siapapun, anggap
ini tidak pernah terjadi agar penduduk tetap merasa aman dan tidak resah, cukup
kalian saja yang tahu” Kata Mbah Padlan. Kyai Semar hanya mengangguk dan
tersenyum kemudian dengan isyarat tangannya menyuruh mereka pergi. Mereka pun
melangkah pergi di iringi pandangan kedua kakek itu sampai pinggir lapangan.
Ketika Kang Surip membalikkan badan
hendak keluar lapangan kedua kakek itu sudah tidak ada.
“Mereka hilang !” kata Kang Surip. Mereka
serempak membalikkan badan dan menggeleng-gelengkan kepala penuh kagum. Kuluk
tersenyum, siasatnya berhasil memaksa kedua kakek itu harus turun gunung. Dalam
hatinya tambah yakin rahasia kitab pasholatan akan segera terbuka.
****
0 komentar:
Posting Komentar