Sholat 5 Waktu

tambah sholat sunnah dan tahajud itu malah lebih baik

Guru Berpengalaman dan Sabar Dalam Pengajaran

Siswa - Siswi yang berdedikasi tinggi dan bermotivasi tinggi dalam pembelajaran

Kesabaran Yang Tiada Henti

Tak selamanya hidup ini abadi , hanyalah "perubahan" yang tidak akan berhenti karena sebuah perubahan itu kekal

Rumah kita sendiri

layaknya istana pribadi bila semua kita iklhasi

Pendidikan perlu keimanan

Hidup tanpa iman, sama halnya berjalan menyusuri kegelapan tana arti

Sabtu, 21 November 2015

AKU BUKAN KYAI – 6 Episode: Pukulan Syaithon, Luar Biasa

AKU BUKAN KYAI -7 Episode: Kitab Walet Jat


AKU BUKAN KYAI -7
Episode: Kitab Walet Jati


Alhamdulillah sudah dua hari ini tidak ada tamu yang datang mengeluhkan tentang penyakit atau masalah keluarga. Aku dan istreiku jadi konsen mengerjakan baju penganten pelanggan. Seperti jam 4 sore ini aku membantu mengawasi pegawai yang sedeng pasang manik-manik agar sesuai dengan gambar desain rancangan isteriku. Hari ini aku minta empat pegawai untuk lembur mengerjakan baju pengantin.
Aku lihat jam yang menempel didinding tepat di atas mesin oberas menunjukkan pukul setengah lima ketika terdengar ucapan salam dari ruang tamu. Isteriku segera bangkit dan menemuinya. Tidak lama kemudian kembali menemuiku memberitahukan ada tamu yang mencariku. Begitu sampai di ruang tamu alangkah kagetnya aku, Pak Tua tersenyum memandangku..
"Jangan kaget Kyai, aku bukan hantu... Aku masih hidup, aku bukan hantu" Kata Mbah  Sastro  alias Pak Tua.
"Subhanallah, benarkah panjenengan Mbah  Sastro ?" Tanyaku belum yakin sambil mengulurkan tangan dan dibalas dengan jabatan erat olehnya.
"Benar Kyai"
"Kalau benar mengapa memanggilku Kyai"
" Maaf Kyai, eh maaf Mas Hanief " Katanya sambil melepaskan tanganku lalu duduk
"Lalu siapa yang tertabrak, semua orang melihat itu panjenengan Mbah "
"Itu orang gila yang tertabrak, aku hanya menggunakan raganya untuk menyerupaiku"
"Apakah orang-orangnya Mbah  tahu kalau Mbah  masih hidup"
"Tidak, dan aku tidak ingin mereka tahu,... Aku juga tahu mereka dendam kepada Mas Hanief, aku juga tahu apa yang terjadai di kedai es jus itu, aku bersyukur kedua murid utamaku telah sadar dan sekarang menjadii murid Kyai Blekok " Katanya menjelaskan.
"Kanapa Mbah ? Maksudku kanapa Mbah  melakukan semua itu?" Tanyaku
"Aku ingin, kembali ke jalan yang benar dan aku sekarang benar -benar telah siap" Kata Mbah  Sastro
"Mbah , mau minum apa?" Tanyaku menyadari tamuku belum disuguhi apapun.
"Apa saja, terimakasih" Jawab Mbah .
"Sebentar ya Mbah , " Kataku sambil bangkit untuk menemui isteriku. Aku minta isteriku membuatkan kopi sekalian menyidiakan makan karena aku kuatir Mbah  belum makan. Aku kembali ke ruang tamu.
"Kalau boleh tahu, apa rencana Mbah  selanjutnya?"
"Tolong bimbinglah saya agar bisa kembali ke jalan yang benar"
"Baiklah Mbah , tai bukan saya yang akan mengajari, Mbah  akan saya antar ke Kyai Zuhdi di pesantren Sidoresmo setelah maghrib ini kalau Mbah  mau"
"Saya siap Mas, terima kasih"
Isteriku mencul sambil membawa dua gelas kopi. Isteriku mempersilakan Mbah  ke ruang makan karena makanan telah siap. Mbah  menolak, tapi  aku memaksa.
Ketika Maghrib Mbah menolak ke masjid, takut membuat geger karena kemenculannya. Ia minta ijin sholat di rumah. Akhirnya akupun tidak ke Masjid tapi sholat di rumh bersqma Mbah  Sastro . Selsai sholat aku mengantar Mbah  Sastro  menemui Kyai Zuhdi. Mbah  Sastro  menutup wajanya dengan helm berkaca gelapa. Kyai Zuhdi menerima dengan baik. Tentu aku tidak cerita siapa Mbah  Sastro . Aku hanya menyampaikan Mbah  ingin belajar.
Biarlah nanti Kyai tahu siapa santri istimewanya yang sudah berumur lanjut itu dari Mbah  Sastro  sendiri. Aku di minta Kyai Bashori dtg menemuinya dua hari yang lalu. Dlm hati aku menduga pasti tentang rencana menggelar wayang di Masjid tahun depan. Ketika akan pulang, Mbah  Sastro menghampiriku yang sudah duduk di atas sepeda motor,
"Mas Hanief, ajarilah cucuku yang masih ...Sangat muda itu supaya lebih dekat kepada Tuhan"
"Cucu Mbah , bagaimena saya bisa menemuinya?"
"Mas Hanief sudah pernah bertemu dengannya, Ratna Tunggadaewi, ia cucuku juga, kakekanya adalah adik kandungku yang terakhir... Tolong berikan ini untuknya, Katakan jangan smpai siapapan tahu tentang pemberianku. Kelak aku akan menemuinya sendiri.," Kata Mbah  Sastro  sambil meraih pinggang lalu mengluarkan dari balik bajunya sesuatu yang dibungkus sapu tangan putih kecokalatan.
Dugaanku sebuah buku, tapi aku tidak ingin menanyakan. Kuterima bungkusn itu dan aku selipkan di balik bajuku di depan perutku. Lalu aku pamit. Sampai di rumah kebetulan ada Cak Ali yang mencariku karena tadi maghrib dan isaya aku tidak sholat jamaah di Masjid. Katanya Kyai Bashori menanyakan, makanya Cak Ali langsung ke rmhku begitu selesai sholat isya.
"Darimana Kang "
" Pesantren, menemui Kyai Zuhdi"
"Lha Kata isterimu sama orang tua, siapa Kang"
"Ya itu mengantar tamuku, oh ya punya nomor HP Ratna gak Cak"
"Punya, ada apa Kang"
"Tolong hubungi apa dia sekarang di Surabaya, aku ada perlu mendesak"
Cak Ali mengernyitkan Alis. Segera ia mengeluarkan HP dari kantong bajunya dan menghubungiya.
"Di kemayoran" Katanya sambil menutup speaker hp-nya
"Suruh dia ke nasi bebek Bu Tumi, kita temui dia sekarang" Kataku sambil berjalan ke luar menuju sepeda motor.
Dalam perjalan Cak Ali menduga pencopet yang beberpa hari lalu dibuat babak belur akan balas dendam. Aku hanya mengatakan nanti disana akan tahu jawabanya. Begitu aku nyampe ternyata Ratna sudah duduk di warung dengan segelas teh hangat di depanya. Rupanya dia telah pesan karena begitu kami duduk di samping kanan dan kirinya tiga piring nasi bebek segera disediakan.
"Ada perlu dengan saya pak?" Tanya Ratna sambil menggeser piring ke depannya
"Ya, tapai kita makan dulu dengan tenang biar nikmat dan berkah" Jawabku. Tampak Cak Ali tanganya sudah mssuk koboan lalu segera menyantapanya setelahi membaca basmalah. Begitu pula Ratna makan dengan lahap. Kami makan tanpa berpakap-cakap. Hah? Mereka sudah selesai. Padahal punyaku Masih seperempat piring. Mungkin mereka sudah tidak sabar ingin tahu ada apa. Akupun segera menyelesaikan makanku. Nikmat rasanya, terutama sambal koreknya. Begitu terasa.
Setelahi cuci tangan aku segera mengeluarkan buku yang dibungkus sapu tangan putih kecoklatn itu dr balik bajuku dan meletakkanya di depan Ratna.
"Titipan dari seseorang untuk kamu" Kataku. Ratna menyentuhnya diikuti pandangn Cak Ali kebenda trsebut.
"Apa ini Pak, dari siapa"tanya Ratna.
"Aku tidak tahu isinya, krn aku tidak punya hak membukanya, dan orang yang memberi ini minta untuk dirahasiakan, kelak akan menemui Ratna sendiri" jawabku
"Baiklah terima kasih, mari kita lihat apa isinya" Kata Ratna sambil membuka simpul ujung sapau tangan yang membungkusnya. Benar dugaanku, buku. Sampulnya warna biru pudar dimakan usia.
"Apa ini artinya" Kata Ratna sambil menunjuk tulisn disampul buku itu. Tampak deretan huruf tulisan tangan TELAW ITAJD. Aku mengernyitkan alis tak tahu maksudnya. Kami hanya diam saling pandang.
"Walet jati, bacanya di balik" Kata Cak Ali
"Benar" Kata Ratna lalu dibukanya buku itu, tampak gambar orang sedang memperagakan jurus.
"Apakah pak Ali mengenal gerakan ini."Kata Ratna kepada Cak Ali. Cak Ali menggelengkan kepala setelah mengamati beberapa halaman.
"Apakah pak Hanief tahu artinya walet jati, apakah walet yang ada di pohon jati?" Tanya Ratna
"Jati yang dimaksud mungkin bukan pohon jati, tapi bahasa jawa jati yang artinya sesungguhanya atau yang sebenarnya, kalau benar berarti artinya walet yang sesungguhya"
Cak Ali dan Ratna mengangguk-anggukan kepala.
"Saya rasa Ratna diminta untuk mempelajari ini, krna pesan pemberi buku ini jangan sampai orang lain tahu meskipun itu kakek Ratna sendiri"
"Baiklah pak Hanief, saya akan menjaga pesan itu, tapi saya akan minta bimbingan Pak Hanief dan pak Ali karena hanya bapak berdua yang tahu masalah ini" Kata Ratna sambil menutup dan membungkus kembali buku itu.
*****
Hari ini, adalah tepat satu minggu Pak Tua berada di pesantren
Aku baru saja sampai di depan rumah setelah habis Isya tadi ke pesantren menemui Kyai Zuhdi dan Pak Tua Alias Mbah  Sastro . Tapi  Kyai setelah maghrib tadi sudah berangkat ke Dander Bojonegoro.
Ada Vario merah parkir di depan rumah, pasti ada tamu pikirku. Ternyata Cak Ali dan Ratna Tunggadaewi sudah duduk di ruang tamu
"Kemana aja Kang, HP gak aktfi lagi " Tanya Cak Ali bgitu kpalaku nongol mlewati pintu.
"Aku gak bawa HP Cak, dari pesantren... Tp Kyai lagi ada pngajian, Bagaimana dengan kitab pusaka itu, apa sdah dipelajari dengan baik" tanyaku kepada Ratna yang duduk di samping isteriku sambil memegang desain bajunya yang barusan digambar isteriku.
"Itulah keperluan saya kemari pak, saya gak paham, Pak Ali juga bingung dengan gerakan yang aku praktekkan dari kitab itu."
"Lha,.. kalau pendekarnya saja bingung, apa lagi saya yang bukan Pendekar, ....nggak Pendek dan gak kekar" Kataku sambil melihat Cak Ali. Dia cuman tersenyum manis. Itulah kehebaan Cak Ali, walau disinggung tetap tersenym manis. Tapi kalau dia tersinggung, huhh jangan tanya, bisa-bisa ajur mumur kayak bubur sumsum kesukaanya kalau pas giginya kumat!
(Tak udal udel sampean Cak, dari lontong balapa smpe nangis loro untu, ayo kapok tora?! )
"Menurut analisa kalian, aneh dan gak bisa dipahaminya dalam hal apa? Apakah seperti terbalik?" Tanyaku
"Terbalik?" Kata Cak Ali dan Ratna berbarengan. Mereka saling pandang. Dan tiba-tiba  Ratna berdiri lalu permisi mencari tempat yang agk longgar. Dia segea kansentrasi lalu memainkan jurus silat yang indah lalu berhenti.
"Benar pak Ali, terbalik, tapi kenapa tenagaku gak bisa keluar? Seprtinya ini gerakan penutup?"
"Memang di buku itu halaman berwpa" tanyaku
"Ya halaman pertama lah, urut, Masak belajar gak urut... Apalagi ini jurus, gerakan apa jadainya kalau gak urut" Jawabnya nyerocos. Untung kakeknya udah titip untuk membimbing, kalau gak sudah tak bungkem
"Buktinya?... Gerakanmu salahkan? Makanya berapa?' Pertama?" Aku tatap wajahnya. Dia mengangguk.
"Cara membacanya adalah seperti Al Quran, halaman pertama adalah pada halaman yang terakhir !"
"Terma kasih Pak Hanief, maaf, apakah bapak pewalet juga seperti Pak Ali? Apakah Bapak juga telah mempelajari buku walet jati itu?" Tanya Ratna
"Bukan, saya juga bukan orang yang suka mencuri ilmu, saya tahu karena yang memberikan buku itu tadi memberitahuku untuk memberitahumu bagaimana mempelajarinya"
"Tadi kang? Bukankah tadi dari Kyai Zuhdi, apakh beliau yang memberikanya?" Tanya Cak Ali. Rupanya dia penasaran dari mana buku itu
"Bukan, bukan beliau, itu saja jawabanku karna aku terikat janji" Jawabku kepada Cak Ali. Cak Ali mengernyitkan Alis, aku tak tahu apa yang dipikirkan
"Baiklah pak Hanief, saya permisi, saya pulang dulu untuk mempelajari buku itu dengan baik, terima kasih, Assalaamialaikum" Kata Ratna lalu menemui isteriku untuk bersalaman dan pulang untuk mempelajari buku walet jati itu.
Aku tidak banyak belajar ilmu silat ketika muda. Meskipun Kyai shofi pernah mengajari beberapa gerakan setelah aku menonton beberapa santri berlatih dibawah pengawasanya. Aku memang kurang tertarik dengan ilmu silat. Aku lebih suka menghafal beberapa ayat Al Qur'an, Hadits dan doa-doa. Menurut Kyai shofi aku berbakat tapi malas.
*****