Sholat 5 Waktu

tambah sholat sunnah dan tahajud itu malah lebih baik

Guru Berpengalaman dan Sabar Dalam Pengajaran

Siswa - Siswi yang berdedikasi tinggi dan bermotivasi tinggi dalam pembelajaran

Kesabaran Yang Tiada Henti

Tak selamanya hidup ini abadi , hanyalah "perubahan" yang tidak akan berhenti karena sebuah perubahan itu kekal

Rumah kita sendiri

layaknya istana pribadi bila semua kita iklhasi

Pendidikan perlu keimanan

Hidup tanpa iman, sama halnya berjalan menyusuri kegelapan tana arti

Kamis, 28 September 2017

Teras mushola, episode kemasan indah

Dari  Teras Kyai Semar
Episode Kemasan Indah

Sore itu lepas sholat ashar petruk dan bagong muda duduk duduk di teras rumah kyai semar untuk ikut kyai semar yang akan memberi tausiyah pada pengajian jumat legi di masjid tetangga sebelah.
Tampak oleh  mereka seorang gadis sebaya berjalan lewat depan rumah kyai sambil membawa alquran yang yang dipeluk di dadanya.
" nah ini dia Gong gadis sholihah idaman saya, jarang sekarang ada gadis yang membawa Al qur'an "
" ah gampang sekali kamu menilai gadis itu sholihah hanya dia membawa sebuah al qura'n, lihat tuh, di belakangnya ada gadis membawa dua al qur'an tentunya dia lebih sholihah kan..."
"Hehehehe ya gak gitu Gong...,  "
"Makanya ingat yang kyai semar tuturkan tadi subuh di mushola, kalau mau cari jodoh jangan di masjid atau mushola, karena di mushola atau masjid semua orang baik. Pencuri, penipu,pezina, kelakuannya sama baiknya dengan ustadz atau santri jika masih di masjid. Kalau mau cari jodoh, carilah di pasar, kalau di pasar dia jujur, sopan, baik, berarti di hatinya ada masjid..."

Sore itu lepas sholat ashar petruk dan bagong muda duduk duduk di teras rumah kyai semar untuk ikut kyai semar yang akan memberi tausiyah pada pengajian jumat legi di masjid tetangga sebelah.
Tampak oleh  mereka seorang gadis sebaya berjalan lewat depan rumah kyai sambil membawa alquran yang yang dipeluk di dadanya.
" nah ini dia Gong gadis sholihah idaman saya, jarang sekarang ada gadis yang membawa Al qur'an "
" ah gampang sekali kamu menilai gadis itu sholihah hanya dia membawa sebuah al qura'n, lihat tuh, di belakangnya ada gadis membawa dua al qur'an tentunya dia lebih sholihah kan..."
"Hehehehe ya gak gitu Gong...,  "
"Makanya ingat yang kyai semar tuturkan tadi subuh di mushola, kalau mau cari jodoh jangan di masjid atau mushola, karena di mushola atau masjid semua orang baik. Pencuri, penipu,pezina, kelakuannya sama baiknya dengan ustadz atau santri jika masih di masjid. Kalau mau cari jodoh, carilah di pasar, kalau di pasar dia jujur, sopan, baik, berarti di hatinya ada masjid..."

Senin, 14 Agustus 2017

AKU BUKAN KYAI Episode: Rahasia Ilmu Laquwah



AKU BUKAN KYAI
Episode: Rahasia Ilmu Laquwah




Masih pagi, jam delapan Ratna sudah nongol di depan pintu. Setelah mengucapkan salam, dia langsung masuk ke ruang tengah di mana aku dan isteriku sedang menggelar kain tile untuk kebaya.
"Punyaku dah jadi nte?"
"Dua hari lagi, lagian kan pakenya masih bulan depan"
"Mau promosi ke kakak angkatan, kan mereka mau Wisuda, Ntar aku di kasih komisi ya Nte"
 " Beres...., kok kamu gak kuliah?"
"Ini kan sabtu, Nte... Oh ya Pak, kok di gang gak ada penjual penthol bakar, dia sudah gak tugas ya Pak?"
Aku hanya teresnyum.
"Senyum bapak itu gak enak banget.." Kata Ratna dengan muka manyun.
"Hahahahaha ...Itulah perempuan, Kalau dekat diomelin, kalau gak ada dicariin"
"Siapa yang cari dia, aku cuma tanya"
"Tugas Dimas sudah di gantikan sama yang lain, dia ditugaskan Kyai di tempat lain,"
"Dimana Pak?"
"Lha kan?.... Siapa yang cari, aku cuman tanya" Kataku menirukan Ratna. Isteriku sampai tertawa.
"Denger ya, aku tu cuman kuatir karena yang dihadapi Dimas itu bukan preman kacangn, di Jalan Gula kemarin saja Ratna sampai Pake Walet lima,.. sejak itu Dimas tidak t ampak batang hidungnya dikampus, maupun di pesantren."
"Dari mana kamu tahu di pesantren tidak ada" Tanyaku kuatir.
"Jaiz, kemarin di kampus. Dia kan satu kamar dengan Dimas" Jawab Ratna.
"Apakah temanmu Jaiz itu juga tidak tahu dimana Dimas?" Tanyaku
"Tidak"
"Cobalah tanya Kyai Zuhdi, Yah" Saran isteriku.
"Baiklah, nanti setelah sholat Dluhur aku ke sana"
"Sekrang aja Pak, Ratna ikut"
"Ini anak kalau ada maunya,.. Sekarang kan waktunya kerja, ya nanti kalau mau ikut" Kataku sambil memasang mal di atas kain.
"Bener ya, jangan ditinggal, aku mau pulang dulu, ganti baju yang lebih pantas untuk ke pesantren "Kata Ratna sambil memeluk dan mencium isteriku, pamit.
Tidak lama setelah Ratna pulang ada tamu mengetuk pintu dan memberi salam. Aku pun segera menjawab dan bergegas ke ruang tamu. Seseorang berdiri di depan pintu.
"Dimas? Panjang umurmu ....ayo cepetan masuk" Aku mengenalinya meskipun sebgian wajahnya tertutup topi. Dimas menyalamiku lalu duduk.
"KataRatna beberapa hari kamu tidak nongol di kampus maupun di pesatren"
"Benar Pak, saya ke Pasuruan"
"Pasuruan?"
"Tiga hari yang lalu saya duduk di warung Pak Parlan ada tiga orang naik dua sepada motor tanya rumah Pak Hanif kepada Pak Parlan, tapi ketika aku ikuti ternyata mereka hanya lewat saja di depan rumah ini, aku jadi curiga, maka aku ikuti mereka, ternyata menju ke suatu rumah di Asemrowo gang tiga nomor xx. Sepuluh menit kemudian dua orang keluar, aku ikuti mereka sampai pasuruan. Ternyata mereka ke sebuah rumah besar dan di pintu gerbangnya bertuliskan Padepokan Mbah Sastro, aku tanya masyarakat sekitar, ternyata Mbah Sastro adalah guru silat dan pranomal, sudah meninggal di asurabaya, itu yang saya dapat selama dua hari disana, tapi sepertinya tidak ada hubunganya dengan Kyai,..dan aku coba cari tahu tentang orang Asemrowo itu, dia orang biasa saja, bukan premen tapi agak tertutp dan jarang bergaul dengan tetangga, apakah Pak Hanif mengenal Padepokan Mbah Satro?"
Aku menggelengkn kepala. Tetapi aku yakin pasti itu adalah anak buah Pak Tua alias Mbah Sasto.
"Hati Pak, sepertinya mereka bermaksud jahat"
"Terima kasih Dimas, sebaiknya cepat kembali ke pesantren, teman-temanmu cemas. Dan hubungi Ratna agar dia tidak cemas pula.”
"Tolong sampaikan ke Ratna Pak, untuk tidak ikutan masaalah ini, mereka berbahaya, kalau saya yang bilang gak pernah nurut, saya kuatir dan tidak ingin Ratna celaka"
Aku menganggukkn kepala. Ternyata mereka saling menguatirkan, saling perhatian. Padahal kalau ketemu mereka seperti Tommy and Jerry. Gak pernah akur. Tapi aku tidak begitu mengkuatirkn Ratna.. Aku yakin kemampuan bela diri Ratna jauh di atas Dimas. Apalagi sekarang dia sedang mempelajari kitab walet dari Mbah Sastro.
"Baiklah Pak Hanif, saya pamit ke pesanteren, Assalamualaikum" Kata Dimas lalu keluar menuju CBRnya.
"Hati-hati Dimas " Kataku sebelum sepedanya meluncur. Aku kembali masuk ke ruang tengah. Tampak isteriku keluar dari dapur membawa dua gelas teh hangat.
"Untuk siapa Ma?"
"Lha tamunya mana?"
"Kasep,.. Dah pulang, berarti rejekinya Ayah" Kataku sambil mengambil gelas teh hangat itu dari baki.
Belum sempat teh itu aku minum dari pintu depan terdengar salam. Masih pagi sudah banyak tamu. Berarti banyak rejeki, hiburku dalam hati. Kuletakkan kembali gelas itu. Kujawab salamnya dan berjalan menuju ruang tamu.
"Oh Pak Haji Jakfar dan Kyai Mustofa, Subhanallah... monggo Pak silahkan masuk. Beginilah keadaanya, morat marit, maklum penjahat, eh penjahit... monggo lenggah Pak Kyai" Kataku setelah menyalami mereka dan memprsilakan mereka duduk.
"Trima kasih Pak Hanif, maaf jangan panggil Kyai. Lagi pula Pak Hanif masih termasuk paman guruku, karena abahku juga Santri dari guru Pak haniefKyai Shofi Pekalongan, dan kakekku juga seperguruan dengan guru Pak Hanief, Kyai Sepuh, Mbah Kyai Sulaiman" Kata Kyai Musthofa setelah duduk disamping Pak Haji Jakfar. Kyai muda itu menghentikan ucapannya sejenak lalu katanya,
"Maaf Pak Hanief, kemarin saya tidak tahu kalau Pak Hanif adalah orangnya, orang yang harus saya temui untuk menyampaikan pesan dari Abah saya, karena Abah bilang yang tahu orangnya hanya Kyai Zuhdi, makanya saya menemui beliau dulu"
"Sama-sam Kyai,.. Eh Dimas Thofa, maaf,.. pesan apakah kiranya dari Kyai Jenggot Putih Demak untuk saya Dimas?" Tanyaku agak gugup.
"Aku kuatir ada yang salah denganku sehingga Kyai berkenan menegurku" Kataku selanjutnya.
"Tidak ada yang salah dengan panjenengan Pak Hanief, Abah hanya titip salam, Assalamualaikum warakmatullahi wabarakatuh..."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh" Jawabku
"Abah titip pesan, kalau ada waktu, Pak Hanief diminta untuk datang ke Pesantren, untuk menyambung silaturahmi dan hormat Abah kepada Kyai Sepuh, yang kedua Abah minta Pak Hanif supaya bisa membantu Abah di pesantren meneruskan ilmu dari Kyai Shofi untuk menyempurnakn ajaran beliau"
"Terima Kasih Dimas, atas segala kehormatan dari Kyai,... Jka boleh saya bertanya, darimana Kyai tahu tentang saya, padahal saya belum pernah ketemu beliau "
"Kyai Blekok Pak Hanief, semua atas saran beliau,.. Menurut beliau, ilmu Kyai Shofi Rohimahullah harus diajarkan agar tidak hilang dan satu-satunya yang mengusai dari Kyai Shofi hanya panjenengan"
Aku terdiam mendengar penjelasan Kyai muda itu. Memang benar ilmu tidak boleh disembunyikan, tapi ilmu apakah yang harus aku ajarkan, menjahit? Lagi pula  aku merasa tidak biasa hidup di pesantren. Bahkan dulu pun aku di pesantren karena tempat tinggalku disamping pesantren. Bukan mondok. Kyai Shofi adalah tetanggaku dan teman al marhum ayahku.
Selain ikut mengaji dengan para santrinya, aku juga sering bermain di rumahnya karena satu-satunya putri Kyai adalah teman sekelasku di Tsanawiyah dan juga di MAN dan aku sering membantu pekerjaan rumah Kyai. Karena aku bukan santri mondok, aku tidak banyak mengenal santri beliau, termasuk Kyai janggut putih ketika nyantri dan juga Kyai blekok.
"Bagaimana Pak Hanif?" Tanya Kyai muda, putra Kyai Jenggot Putih Demak itu.
"Maaf Dimas, saya rasa hidup saya sudah kadung bukan di pesantren, tapi saran Kyai Blekok dan Kyai Jenggot Putih untuk mengajarkan ajaran Kyai Shofi akan saya lakukan, Insaya Allah saya akan menyebarkn ajaran Kyai Shofi dengan cara saya hidup berbaur dengan masayarakat... Terima kasih untuk menyampaikan jawaban saya ini kepada beliau juga kepada Kyai Blekok dan Insaya Allah saya akan sowan ke pesantren memenuhi undangn Kyai, karena ini adalah kehormatan bagi saya" Jawabku dengan hati mantap.
"Baiklah, akan saya sampaikan tanpa kurang maupun melebihi,... Sungguh saya sangat kagum Pak Hanief, banyak santri ingn jadi Kyai, tapi Pak Hanif malah menolak..."
"Maaf, saya bukan menolak Dimas..!" Kataku memotong,
"Saya hanya merasa sangat tidak pantas menyandang gelar agung itu,..saya kira jawabanku sudah jelas, saya mengucapkan terima kasih"
"Maaf Pak Hanief, saya tidak bermksud menyinggung perasaan panjenengn, mohon maafkan saya,.. Saya hanya benar-benar kagum, dan saya benar-benar mendapatkan pelajaran yang sangat berharga,.. Saya juga insyaf  Pak Hanief, kalau saya bukan keturunan Kyai Jenggot Putih, saya juga bukan siapa-siapa... Apalagi dihadapan panjenengn..."
"Dimas Tofa,.. Semua orang punya tugas dan tanggung jawab, Dimas tidak bisa lari dari tanggung jawab Dimas atas amanat masyarakat yang menitipkan putra-putrinya di pesantren Dimas, Dimas tidak harus seperti saya, dan saya juga tidak harus seperti Dimas, jika dipaksakan itu akan salah, merusak tatanan, bukankah demikian Pak Haji Jakfar?" Tanyaku kepada Pak Haji Jakfar yang sejak tadi hanya diam mendangarkan keponakanya.
"Leres, Pak Hanief,.. " Jawab Pak Haji Jakfar sambil menganggukanggukkan kepala.
" Dimas, saya ingin Dimas tahu alasan saya sebenarnya,... Janganakan gelar, apapun gelarnya termasuk maaf gelar Kyai, ilmu semua itu bisa menggelincirkan manusia ke dalam dosa yang besar, Dimas tentu paham ayat dan hadisnya, bahwa tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sekecil biji sawi dari sifat sombong, karena sombong itu hanya Allah sajalah yang pantas,... saya takut akan hal itu Dimas, dan saya tiada berhenti belajar untuk menghindarinya."
"Terima kasih Pak Hanief atas wejangannya, insya Allah saya akan selalu mengingatnya" Kata Kyai muda itu.
"Pemisi, .." Isteriku datang membawa teh hangat serta dua piring pisang goreng. "Monggo Pak Kyai, Abah.. " Kata isteriku sambil maletakkan di atas meja.
"Terima kasih Bu Hanif," Jawab Pak Haji Jakfar.
Isteriku kembali ke ruang tengah.
"Pak hanif, terima kasih,... rupanya inilah rahasia dari ilmu laquah, pantas saja ribuan laquah saya baca tapi tidak ada pengaruhnya apa-apa,.. Rupanya saya harus belajar menghilangkan ujub dan takabur,.. Astagfirullahal 'adziem" Kata Kyai muda itu. Aku hanya tersenyum. Dalam hati aku kagum terhadap kecerdasan Kyai muda ini dalam memahami ilmu.
"Alhamdulillah, kalau saja saya tidak ikut kemari, saya tidak akan mengetahui ilmu berharga ini, terima kasih Pak Hanif" Kata Pak Haji Jakfar.
"Subhanaka laa 'ilma lana illa ma 'alamtana innaka antal 'alimul hakiem” Jawabku. Sejenak kami terdiam.
“Mari diminum tehnya" Kataku sambil meraih gelas teh hangat, dikuti Kyai Musthofa dan Pak Haji Jakfar.
Sepulang Kyai dan Abah Jakfar aku jadi berpikir ternyata yang dijarkan Kyai Shofi dengan cara santai disela-sala menanam singkong, menjemur kayu bakar, mengisi kolah untuk mandi adalah ajaran yang sangat tinggi. yang selalu aku ingat, jangan sombong, riya' senang dipuji. Karena semua itu yang menghancurkan amal baik, menghanguskan pahala sebagaimana api menghanguskan kayu bakar, sombong membuat Allah murka, karena sombong pula sehingga iblis di usir dari surga dan dikutuk sepanjang masa.
Aku juga ingat, Kyai Shofi mengajarkan bahwa semua orang bisa sholat, si kaya bisa haji dan zakat. Orang terpelajar, santri, guru, Ustadz Kyai dapat membaca kitab... menjadi pandai dan berilmu, tetapi semua itu tidak dapat mengantarkannya kepada kemulian, karena Tuhan hanya memulyakan hambanya yang paling takut kepadanya,., tidak kuatir dan sakit hati direndahkan orang. Bukanakah jika Tuhan mengangkat dan mencintainya siapa yang mampu merendahkannya?

*****

BELAJAR DARI KARYA AGUNG





TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
PROF.DR. HAMKA


Pulau Pandan jauh di tengah,
di balik pulau Angsa Dua.
Hancur adik dikandung tanah,
rupa adik terkenang jua.

Bang Muluk! ....... cinta saya kepada Hayati masih belum rusak, walau sebesar rambut
sekalipun!"
Muka Muluk merah mendengar perkataan Zainuddin itu. Dengan gugup dia berkata: "Saya tak
mengerti dengan perangai guru! Selama ini guru meratap, menangis, bersedih, bersedu
mengenang Hayati. Sekarang setelah diluangkan Tuhan kesempatan pertemuan yang sah
diantara guru dengan dia, guru hukum dia dengan satu hukuman, yang usahkan terbit dari
seorang laki-laki yang bercinta dan berbudi, dari hakim yang zalim sekalipun, tidak akan ada
hukuman sebagai demikian itu. Sekarang setelah dia pergi, baru guru mengatakan bahwa guru
tetap cinta akan dia! Guru jangan marah, jika saya katakan bahwa kadang-kadang perangai
guru masih serupa dengan perangai anak-anak".
"Ya bang Muluk! Saya sudah salah, hati dendam saya dahulukan dari ketenteraman cinta. Terus
terang saya katakan, kalau tidak ada Hayati lagi di sini, saya akan sengsara, terus!"
"Diapun demikian! Berat betul langkahnya hendak mening galkan rumah ini. Sampai ketika akan
berangkat pesannya masih disuruh sampaikannya kepada guru, bahwasanya nama gurulah
yang akan menjadi sebutannya di manapun dia. Inilah surat yang disuruhkannya berikan!"
Zainuddin membuka surat itu dengan penuh perhatian dan dibacanya:
Pergantungan jiwaku, Zainuddin !
Kemana lagi langit tempatku bernaung, setelah engkau hilang pula dari padaku, Zainuddin.
Apakah artinya hidup ini bagiku kalau engkau pun telah memupus namaku dari hatimu!
Sungguh besar sekali harapanku hendak hidup di dekatmu, akan berkhidmat kepadamu dengan
segenap daya dan upaya, supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa
makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap
kepada dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita, sebab
engkau sendiri yang menutupkan pintu di hadapanku: saya kau larang masuk sebab engkau
hendak mencurahkan segala dendam kesakitan yang telah sekim lama bersarang di dalam
hatimu, yang selalu menghambat-hambat perasaan cinta yang suci. Lantaran membalaskan
dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam, engkau renggutkan tali
pengharapanku, pada hal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu
percayalah Zainuddin, bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia
menimpakan celaka kepadaku saja; tetapi kepada kita berdua. Karena saya percaya, bahwu
engkau masih tetap cinta kepadaku.
Zainuddin! Kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung, percayalah !
Di dalam jiwaku ada suatu kekayaan besar yang engkau sangat perlu kepadanya, dan kekayaan
itu belum pernah kuberikan kepada orang lain, wulaupun kepada Aziz, ialah kekayaan cinta.
Saya tahu bahwa engkau keku nangan itu. Saya merasa bahwa saya sanggup memberimu
bahagia pada tiap-tiap saat hidupmu, yang tiada seorang perempuan agaknya yang sanggup
menandingi saya di dalam alam ini dalam kesetiaan memegangnya, sebab sudah lebih dahulu
digiling oleh sengsara dan kedukaan, dipupuk dengan air mata dan penderitaan. Dan kalau
sedianya engkau kabulkan, kalau sedianya engkau terima kedatanganku, saya pun tidak
meminta upah dan balasan dari engkau. Upah yang saya harapkan hanyalah diri Dia, Allah Yang
Maha Esa, supaya engkau diberinya bahagia, dihentikannya aliran air matamu yang telah
mengalir sekian lama. Upahku yang kedua, yang saya harapkan dari pada-Nya hanyalah supaya
saya dapat hidup di dekatmu, laksana hidupnya sebatang rumput sarut di bawah lindungan
pohon beringin dengan aman dan sentosa, dipuput oleh angin pagi yang lemah gemulai
..............
Zainuddin! ....... Mengapa engkau tak suka memaafkan kesalahanku? Demi Allah! Sudah insaf
saya, bahwa tidak ada seorang pun yang pernah saya cintai di dalam alam ini, melainkan
engkau seorang. Tidak pernah beroleh tenteram diriku setelah aku coba hidup dengan orang
lain. Orang yang telah mengecewakan dirimu itu yang sekarang telah insaf dan telah
menghukum dirinya sendiri, meskipun dia sanggup memperoleh tubuhku, dia selamanya belum
sanggup memperoleh hatiku. Karena hatiku telah untukmu sejak saya kenal akan dikau.
Kalau sedianya engkau maafkan kesalahanku, engkau lupakan kebebalan dan kecongkakan
ninik mamakku, kalau....... kalau sekiranya maafmu memberi izin mimpimu sendiri terkabul;
kalau sedianya semuanya itu kejadian, engkau akan beroleh seorang perempuan yang masih
suci batinnya, suci jiwonya, belum penah disentuh orang lain, hatinya belum pernah dirampas
orang, yang tidak ada bedanya dengan 'Permatamu yang hilang', dan dengan gadis Batipuh
yang engkau cintai 2 dan 3 tahun yang lalu, yang gambarnya tergantung di kamar tulismu!
Piala kecintaan terletak di hadapan kita, penuh dengan madu hayat nikmat Ilahi: Air
madu itu telah tersedia di dalamnya untuk kita minum berdua biar isinya menjadi kering, dan
setelah keeing kita telah boleh pulang ke alam baqa dengan wajah yang penuh senyuman, kita
mati dengan bahagia sebagaimana hidup telah bahagia. Tiba-tiba dengan tak merasa kasihan,
engkau sepakkan piala itu dengan kakimu, sehingga terjatuh, isinya tertumpah habis, pialanya
pecah. Lantaran itu, baik saya atau engkau sendiri, meskipun akan masih tetap hidup, akan
hidup bagai bayang-bayang layaknya. Dan kalau kita mati, kita akan menutup mata dengan
penuh was-was dan penyesalan.
Apa sebab engkau begitu kejam, tak mau memberi maaf kesalahanku? Padahal telah lebih
dahulu bertimpa-timpa azab sengsara ke atas diriku lantaran mungkirku! Kelihatan oleh matamu
sendiri bagaimana saya dan suamiku menjadi pengemis di waktu kayamu, menumpang di
rumahmu untuk memperlihatkan bagaimana sengsaraku lantaran tak jadi bersuami engkau.
Hilang .... hilang semuanya. Hilang suami yang kusangka dapar memberiku bahagia. Hilang
kesenangan dan mimpi yang kuharap-harapkan. Setelah semuanya itu kuderita harus kudengar
pula dari mulutmu sendiri kata penyesalan, membongkar kesalahan yang lama, yang memang
sudah nyata kesalahan, yang oleh Tuhan sendiri pun kalau kita bertobat kepadaNya, walaupun
bagaimana besar dosa, akan diampuniNya.
Adakah engkau tahu hai Zainuddin, siapakah perempuan yang duduk di kamar tulismu kemaren
itu? Yang engkau beri kata pedih, kata penyesalan yang engkau bongkar kesalahannya dan
kedosaanrtya, yang engkau remukkan jiwanya dengan tiada peduli?
Perempuan itu tidak lain dari satu bayang-bayang yang telah hilang segenap semangatnya,
yang telah habis seluruh kekuatannya, tiada berdaya upaya lagi, habis kekuatan pancaindera
dan perasaannya; matanya melihat tetapi tak bercahaya, telinganya mendengar, tetapi tiada ia
mafhum lagi apa yang didengarnya
Yang tinggal hanya tubuhnya, batinnya sudah tak berkekuatan lagi. Itulah dia perempuan yang
engkau sakiti itu. Itulah perempuan yang tidak engkau timbang sengsaranya dan ratapnya.
Engkau ulurkan kepadanya tanganmu yang kuat dan kuasa, engkau tikam dia dengan keris
pembalasan, mengenai sudut jantungnya, terpancur darah dan akan tetap mengalir sampai
sekering-keringnya, mengalir bersama dengan jiwanya.
Itulah perempuan yang engkau sakiti itu!
Tetapi sungguhpun demikian pembalasan yang engkau timpakan ke atas pundakku,
kesalahanmu itu telah kuampuni, telah kuhabisi, telah kumaafkan.
Sebabnya ialah lantaran saya cinta akan engkau. Dan karena saya tahu bahwasanya yang
demikian engkau lakukan adalah lantaran cinta jua. Cuma satu pengharapan yang penghabisan,
heningkan hatimu kembali, sama-sama kita habisi kekecewaan yang sudah-sudah, ampuni saya,
maafkan saya, letakkan saya kembali dalam hatimu menurut letak yang bermula, cintai saya
kembali sebagaimana cintaku kepadamu dan jangan saya dilupakan.
Engkau suruh saya pulang ke kampungku dan engkau berjanji akan membantuku sekuat
tenagamu sampai saya bersuami pula.
Zainuddin! Apakah artinya harta dan perbantuan itu bagiku, kalau bukan dirimu yang ada
dekatku?
Saya turutkan permintaan itu, saya akan pulang. Tetapi percayalah Zainuddin bahwa saya
pulang ke kampungku, hanya dua yang kunantikan, pertama kedatanganmu kembali, menurut
janjiku yang bermula, yaitu akan menunggumu, biar berbilang tahun, hari berganti musim. Dan
yang kedua ialah menunggu maut, biar saya mati dengan meratapi keberuntungan yang hanya
bergantung di awang-awang itu.
Selamat tinggal Zainuddin! Selamat tinggal, wahai orang yang kucintai di dunia ini! Seketika
saya meninggalkan rumahmu, hanya namamu yang tetap jadi sebutanku. Dan agaknya kelak,
engkaulah yang akan terpatri dalam doaku, bila saya menghadap Tuhan di akhirat ..........
Mana tahu, umur di dalam tangan Allah! Jika saya mati dahulu, dan masih sempat engkau
ziarah ke tanah pusaraku, bacakan doa di atasnya, tanamkan di sana daun puding panca warna
dari bekas tanganmu sendiri, untuk jadi tanda bahwa di sanalah terkuburnya seorang
perempuan muda, yang hidupnya penuh dengan penderitaan dan kedukaan, dan matinya
diremuk rindu dan dendam.
Mengapa suratku ini banyak membicarakan mati? Entahlah, Zainuddin, saya sendiri pun heran,
seakan-akan kematian itu telah dekat datangnya. Kalau kumati dahulu dari padamu, jangan kau
berduka hati, melainkan sempurnakanlah permohonan do'a kepada Tuhan, moga-moga jika
banyak benar halangan pertemuan kita di dunia, terlapanglah pertemuan kita di akhirat,
pertemuan yang tidak akan diakhiri lagi oleh maut dan tidak dipisahkan oleh rasam basi
manusia ..........
Selamat tinggal Zainuddin, dan biarlah penutup surat ini kuambil perkataan yang paling enak
kuucapkan di mulutku dan agaknya entah dengan itu kututup hayatku di samping menyebut
kalimat syahadat, yaitu: Aku cinta akan engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di
dalam mengenangkanengkau"............
Sambutlah salam dari
Hayati.
Setelah selesai surat itu dibukanya, dilihatnya Muluk kembali, kiranya kelihatan oleh Muluk
pipinya telah penuh dengan airmata.
"Bang Muluk !" katanya beberapa saat kemudian, setelah menyapu air matanya. "Saya akan
berangkat ke Jakarta dengan kereta api malam nanti, pukul 9 besok pagi sampai di Tanjung
Periuk. Biasanya kapal dari Surabaya merapat di pelabuhan Tanjung Periuk pukul 7 pagi. Hayati
akan saya jemput kembali, akan saya bawa pulang ke mari.
"Inilah keputusan yang sebaik-baiknya guru," kata Muluk. Dia berdiri dari tempat duduknya, di
dekatinya Zainuddin dan dibarut-barutnya punggung anak muda itu. Lalu dia berkata pula,
"Mudah-mudahan berhentilah segala kesedihan tuan-tuan keduanya sehingga ini, dan biarlah
rahmat Allah meliputi tuan-tuan berdua .......

Sabtu, 12 Agustus 2017

TERAS MUSHOLA



TERAS MUSHOLA
Episisode: Mintalah, maka dia akan memberimu
                   Berilah, maka Dia akan mencukupkanmu

Sebagian para jama’ah sholat Shubuh sudah duduk melingkar di teras mushola mengelilingi kopi dan beberapa piring jagung juga ketela rebus yang sudah di tata rapi oleh kang Mi’an dan putranya. Memang Ahad Shubuh ini giliran Kang Mi’an yang menyediakan kopi.
Tampak Kyai Semar sudah menyelesaikan wiridnya dan berjalan menuju teras mushola.
“Wah, sudah pada ngumpul rupanya ini” kata Kyai Semar begitu sampai diteras mushola sambil mengambil tempat untuk duduk bersila di samping Kang Tarjo.
“Monggo Yai” kata Kang Tarjo sambil meletakkan secangkir kopi di depan Kyai semar dan mendekatkan dua piring ketela dan jangung rebus yang masih hangat.
“Terma kasih,... Bismillahirrohmanirrohiem” Kyai semar mengangkat cingkir kopinya dan menyeruput lalu meletakkan kembali di tempat semula.
“Kok Kang Dasran tidak kelihatan, apa dia baik-baik saja” Tanya Kyai
“Dia sedang repot Kyai, mengantarkan anak laki-lakinya ke kota cari kos-kosan, anaknya di terima di Politeknik” kata Kang Mi’an menjelaskan
“Bukankah istrinya juga sedang sakit?” tanya Kang Jarot
“Benarkah?” tanya Kyai
“Benar Kyai, tapi isterinya menolak di bawa ke rumah sakit” Kata Kang Makbul
Tampak Kyai semar diam mengangguk-anggukkan kepala. Dan tidak lama kemudian mengusapkan tangan kanannya ke wajahnya sambil menarik nafas. Kemudian berkata,
“Begini bapak-bapak sekalian..., itulah contoh perjuangan dan pengorbanan seorang Ibu, dia tidak mau dibawa ke rumah sakit karena putranya butuh biaya yang tidak sedikit untuk belajar...., Saudara kita Pak Dasran sedang kesulitan, maka kita wajib membantunya. Apa kita tidak malu minta kepada Allah  agar kita diberi kebahagiaan dunia akhirat, padahal kita sendiri tdak mau membantu kesulitan saudara kita.
Rasulullah SAW bersabda: 
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan menyelesaikan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat (HR. Muslim)
Di teras ini minggu kemarin juga sudah kita pelajari bersama bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ

Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu keperluannya. (Muttafaq 'alaih)

Nah, sekarang apa gunanya kalau kita “ngaji kalau tidak ngiji”, apa gunanya kita membaca Al Qur’an dan hadits kalau tidak kita amalkan, tidak kita praktekkan,... Pak Mi’an, tolong sampaikan kepada jama’ah, dari rumah ke rumah untuk membantu Pak Dasran dan keluarganya, dan sebelum pak Mi’an keliling, tolong ke rumahku terlebih dahulu” Kata Kyai sambil menatap Kang Mi’an.
“Maaf Kyai, sebelum di dahului panjenengan, ini kebetulan saya bawa uang. Tadi malam juragan Harto menebas seluruh kebun jagung saya” Kata Gus Jack sambil menyerahkan beberapa lembar ratusan ribu rupiah. Kyai Semar  hanya mengangguk dan tersenyum.