Sabtu, 28 Februari 2015

SERI DARI PAK TUA : AKU BUKAN KYAI



SERI DARI PAK TUA :  AKU BUKAN KYAI 


Bagian Satu
Aku baru sampai di depan pintu rumahku setelah sholat Isya’ di Masjid ketika Cak Jo tiba-tiba muncul dari dalam rumahku.
 "Cepat  masuk om, ada tamu penting " aku tidak menjawab, hanya menganggukkan kepala. Karena aku tahu bahwa setiap tamu adalah penting. Itulah sebabnya mengapa Nabiku mengajarkan tidaklah beriman kepada Allah dan hari akhir orang yang tidak menghormati tamu. Siapa pun tamunya, selalu aku perlakukan sama.
"Assalamualaikum" aku mengucapkan salam ketika akan  masuk dan tampak tamu yang telah duduk dan menungguku di ruang tamu itu berdiri sambil menjawab salam. Aku menghampirinya kemudian menjabat tanganya.
"Maaf kalau kalau lama menunggu," kataku sambil mempersilahkan duduk kembali dengan iyarat ujung jempol dengan jari lainnya ditekuk.
"Saya yang minta maaf telah menganggu istirahat Kyai" jawabnya berbasa basi sambil duduk kembali
"Maaf Pak, jangan pnggil saya dengan sebutan Kyai, saya bukan Kyai. Nama saya Hanief "
" Nggih Pak Hanief,,.. Nama saya Hadi
Wijaya dari Benowo, saya datang kemari mohon bantuan Kyai, eh maaf, mohon bantuan Pak Hanief"
" Ah bapak
ini bisa saja, saya ini orang kecil bantuan apa yang dapat saya berikan untuk Pak Hadi "
Dan Pak Hadipun bercerita tentang keluarganya, usaha
mebelnya dan anak prempuanya yang masih kuliah sudah dua bulan ini hilang ingatan. Sama dengan tamu yang lain akhirnya minta didoakan. Aku pun menyanggupinya, wong cuma doa, gak pake modal. Apalagi aku yakin dengan ajaran Nabi kalau kita mendoakan orang maka malaikat akan mengaminkan dan malaikat juga mendoakan dengan ucapan demikian pula untuk yang mendoakan, dan aku yakin doa malaikat di kabulkan Tuhan. Jadi tidak alasan bagiku untuk menolak mendoakan kebaikan orang yang datang dan minta tamu yang lain juga minta didoakan. Jadai tidak alasan bagiku untuk menolak mendoakan kebaikan orang yang datang dan minta. Logikanya, kalau dirinya saja butuh bantuan walaupun hanya sekedar di doakan kok kelakuanya egois dan gak mau bantu orang,., jelas gak nyambung kan? Aku juga pernah dengar Kyai Saiful mengajarkan Hadits qudsi, Anfiq yaa ibna adam, unfiq ilaik. Nah, ternyata bantuan Allah itu tergantung seberapa banyak kita membantu orang lain.
Karena tambah hari tamuku tambah banyak akhirnya aku sakit karena capek. Sudah tiga hari ini Cak Jo yang menemui para tamu dan mencatat keperluannya. Alhamdulillah dengan sakit setidaknya memberikan peljaran kepada tamu bahwa aku bukan orang sakti seperti kebayakan anggapan mereka. Dan tepat jam 9 malam ada tamu datang, kata Cak Jo seorang dokter yang akan mengobatiku. Aku tidak prcaya karena aku tidak memanggil dokter. Dokter itu mengaku di suruh oleh seseorang untuk mengobatiku, tetapi dokter itu tidak mau menyebutkan siapa yang menyuruhnya. Karena aku tidak mau diobati sebelum tahu siapa yang menyuruhnya, akhirnya dokter itu menyebutkan nama setelah terlebih dahulu menelpon sesorang. Tapi aku tidak ingat siapa itu Pak Fajar yang menyuruhnya., benar-benar aku lupa siapa dia. Lagi pula aku memang jarang ingat tamu yang prnah datang. Karena aku selalu belajar bahwa berbuat baik tidak perlu diingat-ingat.
Setelah dokter itu pulang, aku  masuk kamar lagi dan mencoba istirahat. Tetapi mata tidak ngantuk hanya saja tubuh terasa lemes. Aku mau minta tolang isteri untuk mijeti, tapi niat itu aku urungkan karena aku lihat isteriku sedang asik sampai ngowoh menonton King Sulaiman. Akhirnya aku buka facebook lihat dinding dan ada kiriman photo dari kang Bedjo Santoso, photo seorang berpakaian polisi, ganteng, dan ada tulisanya, Bagaimana kalau ini saja yang jadai KAPOLRI, setuju ? Aku segera mengirim komentar,
" siapa ini kang " dan tidak lama kemudian ada jawaban
" ini Ronaldo pemain sepak bola"
aku segera menulis komentar balasan.
" Aku jelas gak setuju kang kalau dia yang jadai KAPOLRI nanti bisa2 hukum dijadaikan bal balan kang,... Padahal menurut pengamat hukum dan politik, Mbah Semar Bodronyo, beliau ngendiko menawi hukum sak meniko mboten saged jumeneng sebab ditendangi ngalor ngidul... Lha apalagi kalau kapolri nya ahli bal balan, dadi opo ngko negoro iki..
Hari minggu jam sembilan pagi, badan tersa lemas, mungkin karena tadi aku banyak mengeluarkan darah saat buang air besar. Meski tidak ada rasa sakit atau nyeri sedikitpun aku kuatir juga. Mau ke dokter tapi dmana ada dokter yang bka di hari minggu, satu-satunya dokter yang aku kenal karena dulu pernah jadi majikanku sedang keluar kota. Akhirnya aku hanya bisa sholat dhuha dan membaca Al Qur'an dengan cara hafalan untuk mengurangi rasa was-was. Belum selesai bacaanku, aku mendengar ada orang mengucapkan salam di depan pintu. Aku segera menuju pintu, ternyata Ustadz Badri temanku yang asli orang Tanah Merah Madaura itu yang datang. Aku sambut dengan hangat karena sudah lama tidak ketemu. Ustadz Badari adalah Ustadz yang cukup disegani di daerah gundih karena selain kaya karena punya beberapa toko di Pasar Turi juga dikenal sebagai Ustadz yang di kenal mempunyai ilmu yang dapat mnymbuhkan penyakit dan santet.
" Tumben sempat main kesini, ada kabar baik apa untuk saya Ustadz" tanyaku setelah mempersilahkan duduk.
" Bukan kabar baik" aku tidak heran, memang dia orangnya lugas, kalo ngomong singkat apa adanya.
" Apalagi kelihatan sekali sampeyan pucat karena banyak darah yang dikeluarkan" kemudian dia menyuruh aku turun dari kursi dan duduk bersila di karpet.
"Konsentrasi" katanya sambil duduk bersila dibelakangku. Aku tidak tahu apa yang dilakukanya tapi aku merasa hawa hangat dari telapak tangannya  masuk ke punggng dada juga perut. Dan tiba-tiba kepala dan pundakku terasa sangat ringan sekali. Lalu aku merasa seperti mau muntah aku mencoba menahan agar tidak muntah, tapi tak kuasa.
" Huuekk!" Cukup keras suaraku tapi tidak ada sesuatupun yang keluar dari mulutku. Aku kembali menarik nafas dalam-dalam dan bertanya,
" Cak apakah aku kena santet"
"Ya" kamudian dia m
enegakkan kembali pundakku agar konsentrasi. Dalam hati aku mengutuk kurang ajar, karena aku merasa tidak pernah bermusuhan dengan orang. Akupun segera membca doa agar santet ini kembali kepada orang yang mengirimnya. Belum selesai aku mmbaca doa, pundaku ditepuk cukup keras.
"Jangan dilawan biar aku saja, karena kelemahanmu sudah ditangannya. Dan tidak lama kemudian aku pun muntah, sama tidak ada sesuatu yang keluar. Dan tiba-tiba aku merasa tubuhku ringan tapi mataku terasa berat. Dan sayup-sayup aku mendegar suara adzan. Ternyata sudah dhuhur. Akupun tidak diruang tamu lagi bersila tapi di dalam kamar di atas ranjang. Kata isteriku aku tertidur sejak jam sepuluh tadi dan di bopong ke kamar oleh Ustadz Badri.
Setelah sholat isya' aku segera ke Budidayan menemui Kyai Saiful Bachri untuk minta nasehat dan mencari jawaban peristiwa aneh di warung kopi beberapa mingu yang lalu. Aku yakin Kyai sudah mendengar karena kejadaian itu menjadi buah bibir dan menyebar luas, apalagi aku tulis di facebook, hehehehe. Buktinya tiap hari tamu yang datang tambah banyak. Padahal sebelum kejadaian itu tamu yang datang hanya para pelanggan yang akan menjahit atau pesan baju. Maklum, karena aku dan isteriku adalah penjahat, eh salah, penjahit.
Ternyata Kyai sudah berdiri di depan pintu sambil merokok ketika aku sampai dirumahnya.
"Assalamualaikum"
"Wa Al
aikum salam warohmatullah, ayo  masuk"
Kami
 masuk dan duduk berdampingan di sofa. Setiap aku datang Kyai selalu menyuruhku duduk disampingnya. Bukan, bukan karena akrab tetapi Kyai tahu telingaku agak sombong Alias budeg hehehehe. "Spertinya Kyai sudah tahu kalau saya akan dtang? " Tanyaku mengawali pembicaraan.
" Tidak juga, memangnya ak
u orang sakti yang serba tahu, lagi pula samapean kan tidak telpon dulu, cuman aku sudah bisa menebak apa yang akan sampean sampaikan, tentang sampean yang tiba-tiba jadi sakti kan?"
" Benar Kyai"
" Tidak ada yang tiba-tiba atau ujug
-ujug.semua itu ada sebab musababnya, ada prosesnya... Apa yang trjadai sakarang atau besok adalah akibat dari sebab kemarin dan hari yang lalu" kata Kyai, lalu menghisap rokok mildnya dalam-dalam dan menghembuskanya perlahan.
"Sampean waktu k
ejadaian itu bingung dan takut kamudian hanya pasrah dan minta tolong Allah saja kan?" Tanya Kyai melanjutkan ucapanya.
" Benar Kyai "
" Nah itulah rahasia dan j
awabannya. Pasrah dan tawakalmu serta ucapan la quahmu itu sebenarnya bukan saat itu saja. Tetapi sudah samapean Lakoni sejak lama. Itulah sebabnya, dan yang terjadi di warung itu adalah akibat saja."
Aku hanya diam mencoba m
emahami ketrangan Kyai. Beberapa saat kemudian aku bertanya
" T
erus, apa hubunganya dengan Pak Tua itu Kyai,, kenal saja tidak, mengapa dia marah dan menyerangku?"
" Hehehehe... " Kyai hanya tertawa sambil mematikan rokoknya di asbak.
" Aku tidak tahu pasti, tapi yang jelas dia t
erganggu dengan wirid la quah yang selalu kamu baca dalam hati itu... nah, wiridmu itulah yag mengacaukan mantranya ketika akan digunakan untuk mencelakai orang"
" Kalau b
egitu brarti ada orang yang akan dicelakainya di warung itu, Kyai?"
"Benar, dan suatu saat kamu akan tahu siapa orangnya?"
" Emangnya Kyai tidak tahu siapa orangnya?"
" Lha wong sampean saja yang dis
ana tidak tahu apalagi aku yang tidur di rumah" Aku hanya nyengir mendegar jawaban Kyai.
"Dan mulai skarang samapean harus hati
-hat
"Memangya
kenapa Kyai?" Tanyaku was-was
"Karena orangnya Pak tua itu akan mencarimu"
" Wadauh, tambah runyam Kyai"
"Apa sampean takut?"
" Ya jelas Kyai "
" Baguslah kalau samapean takut, karena orang takutlah yang akan punya kekuatan luar biasa".
"Maksud Kyai"
"Kalau sampean takut larilah kepada Allah, emangnya
di seluruh dunia ini ada yang mengalahkan Allah ?" Tanya Kyai Saiful Bachri. Aku hanya diam manggut manggut mencerna keterangan Kyai. Dalam hati aku was-was dan tidak tenang.
" Wis oJo dipikir, rokoan ae dhisik, iku ono rokok
Sam Soe, sampeyan kan ora seneng Mild " kata Kyai sambil mengambil sebatang rokok mild dan menyulutnya. Akupun membuka bungkus rokok kretek itu karena masih utuh belum dibuka. Setelah mengambil sebatang kuletakkan kembali di atas meja.
" Gowo en ae rokok iku kanggo ngancani awakamu njahit"
Sepulang dari rumah Kyai Saiful ternyata di rumahku sudah ada empat orang tamu. Dua orang bapak usia lima puluhan dan seorang ibu dengan seorang anak gadis yang duduk di sebelahanya. Mungkin usianya kurang dari dua puluh tahun, cantik tapi tatapan matanya nanar dan duduknya gelisah. Tampak tangannya di pegang erat oleh ibunya. Ternyata bapak yang bertubuh agak Gendut adalah suami dari ibu dan ayah dari anak gadis itu.
"Baiklah, apa yang bisa saya bantu" kataku setelah mereka memperkenalkan diri.
"Mmm..begini Pak, anak saya.." Bapak yang Gendut itu m
enghentikan ucapannya lalu melihat ke Bapak yang berbaju batik, lalu melanjutkan ucapanya,
" Anak saya..."
" Maaf Pak Kyai, bapak dan ibu sebaiknya saya permisi dulu, saya ingin merokok dulu di luar," kata Bapak b
erbaju batik menyela kemudian keluar. Dia tahu temannya butuh privasi untuk berbicara denganku "Matur nuwun Pak, maaf" kata Pak Gendut merasa tidak enak. Setelah Bapak berbaju batik itu keluar, Pak Gendut bercerita bahwaa anaknya sepulang kuliah mulai minggu lalu bertingkah aneh, sering menyeringai menakutkan dan makannya sampai tiga piring. Keluar selesai Pak Gendut bercerita ada tamu mengucapkan  salam. Ternyata tetanggaku Cak Alie Sofiri yang nongol sambil membawa baju seragam sekoleh anaknya legkap dengan badage dan asesoris lain yang elumb terpasang. Begitu Cak Alie  masuk gadis tadi menoleh ke arahnya, menyeringai dan tiba-tiba berdiri dan menatapnya dengan nanar. Cak Alie spontan mudur kaget dan spontan mengucapkan  allahu akbar dengan keras. Mendengar ucapan Cak Alie gadis itu tambah berontak dari pegangan ibunya hendak menyerang Cak Alie. Aku secara refleks bangkit dan memegang bahunya dengan tangan kananku sambil mngucap la quah dalam hati.
" Tenang ! Duduk lah " kataku. Gadis itu menoleh ke arahku kemudian duduk kembali. Dalam hati aku heran kok mau m
enurutiku. Mungkin karena aku tuan rumahnya sehingga dia merasa sungkan, hehehehe...
"Cak bajunya d
ibawa  masuk saja, isteriku ada di dalam " kataku. Cak Alie segera  masuk sambil melihat gadis tadi. Gadis itupun melihatnya karena dia duduk taeat di samping pintu, tetapi tatapannya biasa saja.
"Mbak, saya Hanief, siapa namamu " gadis itu tidak segera m
enjawab. Tidak lama kamudian gadis itu perlahan-lahan mengangkat kepalanya mencoba menatapku lalu tertunduk lagi. Entah mengapa dia tidak mau menatapku.
"Namaku Dalbo,"j
awabnya dengan suara serak aneh. Kedua orang tuanya sangat kaget. Begitu pula aku. Masak gadis secantik ini namanya Dalbo.
"Jin lakanatullah kurang ajar, jika tidak pergi akan aku hajar kau dengan cicin Kyaiku ini" kata Cak Alie yang ternyata sudah b
erdiri di belakang kursiku sambil mengepalkan tangan yang jari tengahnya dihiasi cincin warna hitam keunguan sebesar kelereng. Cak Alie Sofiri temanku yang tampangnya manis ini memang temperamental. Janganankan dengan jin yang tadi jelas-jelas menyerangnya, dengan pejabat yang korup saja dia kalau marah-marah di wall facebook tidak ada habisnya. Padahal kenalan saja belum, hehehehe


Gadis di depanku pun bangkit dan mengeram. Melihat ibunya sangat kuatir, aku segera mengangkat tangan.
" Berhent
i, duduk!" Kataku sambil mengacungkan tanganku ke arah gadis itu. Ia pun duduk kembali. Cak Alie pun menurunkan tangannya.
" Dalbo lakanatullah, bi idznillah aku perintahkan engkau kembali ket
empatmu"
"Tidak, aku mncintainya"
"Kalau b
egitu aku harus menghajarmu sampai remuk" kataku sambil mengangkat tangan kananku. Padahal aku tidak tahu bagaimana cara menghajarnya. Masak gadis cantik ini harus aku pukuli?
Bersaman tangan kananku yang terangkat dengan telapak tangan terbuka, tiba-tiba gadis itu dlosor dari tmpat duduknya dan bersimpuh di lantai.
"Ampun..ampun jungan pukuli aku..." Katanya menghiba.
 " Kalo begitu sekarang kembalilah ke asalmu dan jangan kembali lagi " kataku.Di hati aku merasa heran juga karena aku tidak merasa mmukulinya.
"Baiklah aku pergi" dan tiba-tiba gadis itu tersungkur lemas di kaki ibunya ayah dan ibunya segera mengangkat gadis itu ke kursi, mendudukanya. Gadis itu lunglai dengan mata terpejam seperti orang yang pingsan. Karena kuatir terjadi sesuatu aku menyentuh pundakya.
".Mbak,.. Mbak " kataku sambil s
edikit menggoyang pundaknya. Gadis itu membuka matanya dan melihat ke arah ibunya yang segera memeluknya dengan cucuran air mata.
" Kenapaapa ibu menangis,." Gadis itu juga melihat ayahnya seolah2 minta jawaban, tetapi sang ayah hanya bisa tersenyum dengan mata berkaca2
"Terima kasih Kyai"
" Maaf Pak, saya bukan Kyai, Ki, dukun atau paranormal,"
"Siapapun bapak, saya s
angat berterima kasih"
"berterima kasih dan b
ersyukurlah kepada Allah,.. Maaf kalau boleh saya menyarankan, sebaiknya mulai sekarang kewajiban kepada tuhan lebih utama untuk dikerjakan. Ajaklah isteri dan anak Bapak untuk sholat di belakang bapak, insyaa allah tuhan akan senantiasa melindungi keluwarga Bapak,.." Aku menghentikan ucapanku. Karena melihat Pak Gendut menteskan air mata dan sesenggukkan menahan tangis.
"Ya allah ampunilah aku dan keluargaku" katanya lalu meraih tanganku, disalaminya dan menatapku lekat2.
" Tolong ajarilah aku Sholat agar bisa jadi imam untuk keluargaku Pak " katanya dengan air mata meleleh.
"Tenanglah Pak, silahkan duduk"
Pak Gendut pun duduk kembali. Lalu menyeka air matanya. "Insyaa allah nanti akan saya sampaikan k
epada temanku seorang Ustadz untuk mengajari bapak" kataku sambil menyerahkan gelas air mineral kepada Pak Gendut. Pak Gendut menerimanya dan segera meminumnya. Senggukanya pun mereda.
" Terima kasih, tapi saya ingin bapak sendiri yang mengajari saya dan keluarga saya,.."
" Maaf Bapak, saya bukan Ustadz, saya penjahit, p
erkerjaan saya menjahit, rezeki saya melalui mesin jahit" jawabku. aku mncoba memberi alasan yang tepat, bukan aku tidak mau mengajari sholat. Sebab selama beberapa minggu ini jujur saja aku merasa terganggu juga dengan banyakanya tamu. Untungnya penjahitku yang cuman dua orang itu mau lembur. Bahkan isteriku pun mulai mengeluh beberapa hari yang lalu. Tetapi saya yakinkan kepada istriku bahwa aku tidak berAlih profesi jadi paranormal dan aku Masih normal
"SkAli lagi maaf Pak, bukanya saya tidak mau mengjari sholat Bapak dan keluwarga Bapak, tetapi memang belajar itu sebaiknya pada ahlinya, dan yang ahli di hal ini adalah para ustadz dan Kyai... Bukan penjahit seperti saya ini.. "
"Ah Bapak ini t
erlalu merendah..." Kata Pak Gendut sambil teersenyum. tidak lama kemudian mereka pamit untuk pulang. Aku dan Cak Alie mengantarkannya sampai di mobilnya. Lha ternyata supirnya adalah Pak parno yang rumahanya depan gang rumahku. Cak Ali pun segera pulang. Aku  masuk ke rumah, tetapi ketika aku sampai pintu aku ingat pada tamuku yang satunya. Seorang bapak berkemeja batik. Kok di teras tidak ada, tadi juga waktu ngantar Pak Gendut juga aku tidak melihatnya. Aku clingak clinguk di depan rumah mencarinya, aneh tamu kok pulang tidak pamit. Ah, tidak boleh su'udhon, barang kali aja dia kena diare dan harus segera pulang. Masih pagi, jam setengah tujuh Pak parno tetanggaku yang menjadi supir Pak Gendut datang ke rumah membawa bingkisan. Katanya dari Pak Gendut untukku. Aku persilakan Pak Pak parno duduk dan menerima bingkisan itu.
" Mas Hanief, ada yang ingin saya sampaikan, ada or
ang yang tanya tanya tentang sampean beberapa waktu lalu ketika saya mengantar majikan saya kemaren malam itu"
" A
pakah orang itu sudah cukup tua dan berbaju batik" tanyaku
"Ya, benar Mas, kok Mas sudah tahu, oh ya ya saya lupa kalo Mas Hanief kan orang sakti, jadi wis weruh sak durunge winarah" kata Pak parno
"Hush !, j
angan bilang begitu Pak, aku tahu bukanya punya ilmu tebak jitu, tapi orang itu sudah ke sini .."
"Ooo, tapi kok saya curiga b
anget Mas, soalnya tanyanya macem2"
"B
arang kali aja dia pingin kenal tapi malu tanya sendiri padaku, Pak"
" Gak Mungkin Mas, tapi waktu itu p
erasaanku jadi nggak enak,pokoknya aneh gitu Mas,. "Wah, maaf saya pamit dulu, ngantar majikan ke Juanda,.."
"Silakan Pak, tolong sampaikan terima kasih saya ya Pak "
"Inggih Mas, Assalaamualaikum"
" Wa alaikum Salam" aku mengantarkannya keluar sampai teras. Dan ketika aku akan  masuk ssorang memanggilku. Ternyata Cak Alie Sofiri mau m
engambil baju anaknya.
"  masuk aja Cak, t
anya istriku di aku gak tahu udah dijahit apa keluar" kataku pada Cak Ali. Dia pun  masuk mengikutiku ketika melewati ruang tamu Cak Ali Sofiri melihat bingkisan yang mnarik perhatiannya.
"Punya s
iapa ini Kang kok di bungkus bagus gini" tanya Cak Ali, ia mengira jahitan milik pelanggan yang sudah jadi.
" Dari Pak Gendut"
" Wah, bungkusnya bagus isinya ap
a ya kang"
" Gak tahu lah, yang j
elas pasti bukan lontong Balap hehehehe" aku berkata begitu karena aku tahu Cak Alie Sofiri hobinya balapan lontong sama sambel sak cowek di Kepanjen.
"Wis Cak, cik no gak penasaran ayo buka bareng" kataku sambil duduk diikuti Cak Alie yang duduk di sebelahku. Isi bungkusan itu adalah sbuah kotak segi empat yang panjangnya kira2. 60 cm dengan lebar 30 cm yang terbuat dari kayu jati berukir motif bunga yang mengelilingi pinggirnya. Di tengahnya terdapat ukiran Naga yang menjulurkan lidahnya.
"Sik, ojo dibuka dhisik, hatiku nggak enak,.. Sepertinya ada sesuatu di dalamnya"
"Ya jelas lah, Masak kosong..." J
awabku
"Aku serius Cak" kat
anya sambil meletakkan telapak tangan kanannya yang jari tengahnya berhias akik hitam. Aku lihat Cak Alie mulutnya komat kamit entah membaca apa. Tiba-tiba kotak itu bergetar. Aku kaget. Cak Ali keninya berkerut.
"Iki jin kang !" Kata Cak Ali sambil m
engangkat tanganya kembali. Aku hanya diam. Cak Ali melihatku dengan wajah menyiratkan seribu pertanyaan.
"Ah, yang b
enar Cak, Masak jin di masukan kotak?, kayak pizza saja, lagi pula ngapain Pak Gendut kasih jin padaku" tanyaku.
"Untuk tahu j
awabannya ya buka aja kang" jawab Cak Ali. Aku mengangguk. Lalu segera melihat sekeliling kotak untuk mencari tahu bagaimana membukanya. Ternyata ada tombol perak disamping kotak. Kami kaget begitu kotak terbuka. Keris. diatasnya ada amplop, segera ku ambil dan kubuka. Isinya kertas bertuliskan, benda inilah yang membuatku lupa pada tuhan, aku selalu mengandalkanya... Sekarang aku serahkan kepada Kyai agar tidak menggangguku dan keluwargaku. Terima kasih Kyai telah menyadarkan aku.
"Petunjuk apa kang?" Tanya Cak Ali. Aku berikan kertas itu pada Cak Ali, ia segera membacanya. Aku mngamati keris itu. Warangkanya cokelat tua mengkilap entah dari kayu apa. Gagangnya juga kayu warna coklat hampir kehitaman berbentuk kepala naga dan bertabur permata merah delima sampai ke leher. Sungguh sebuah karya seni yang indah.
"Keris ini sudah jadi milikmuu kang. Tapi ada jinya, hati2" kata Cak So. Aku ambil keris itu d
ari kotak dan aku pegang aku pegang gagangnya dengan tangan kananku. Aku sangat penasaran ingin melihat bentuknya. Srreett..,perlahan gagangnya aku tarik ke bawah, temak besi hitam mengkilat berlekuk, ku amati lekukanya. Kuhitung ada tujuh belas.
" Luk pitulas" kata Cak Ali
" Emang Kenapa Cak" tanyaku
"Panjang" j
awabnya
" Ya iya lah, ... Maha karya s
eperti ini kok menjauhkan manusia dari tuhan ya?, aneh. Seharusnya kan lebih mendekatkan diri pada tuhan. Dengan bersyukur diberi kemampuan yang luar biasa dan dapat dinikmati keindahanya, subhanallah. Begitu ucapan tasbihku selesai, keris ditanganku bergetar hebat, tersa berat dan gagangnya panas. Cak Ali segera komat kamit lagi dan akupun membaca ta'awudz dan laquah di hati. Kini keris itu tenang dan terasa sangat ringan, bahkan lebih berkilau meski dari besi yang hitam legam.
"Jinnya sudah pergi kang, sampean memang luar biasa kang Tadi s
ekeluar kotak dibuka aku coba mengusirnya tapi jinnya bandel, ditangan sampean langsung lari terbirit2. Sampean pake jimat apa to kang " tanya Cak Ali ketika aku masukkan kembali keris itu ke warangkanya
"Gak Pake apa2" kataku sambil m
enujukan ke-10 jariku
"Kalung" t
anya Cak Ali
"Kalungku aku Pake c
uman waktu jahit. Kalungan meteran. Yo Iku jimatku, kalo gak Pakebajunya gak jadi..hehehe"
"Berarti Pake wirid, pasti !" Tebak Cak Ali.
"Wiridanya apa kang, Masak sama t
emen sendiri gak mau kasih tau" katanya sambil menatapku serius. Aku diam karena bingung, sebab aku merasa tidak tahu namanya wirid apa. Tapi kalo tidak aku jawab aku merasa tidak enak.
"Wirid sasahidan" jawabku s
ekenanya. Karena semalam aku mendegarkan wayang dari radio pas Pak Manteb sedang menerangkan wirid sasahidan melalui Semar yang sedang menerangkannya kepada anak-anaknya
 

0 komentar:

Posting Komentar