Sabtu, 18 April 2015

TIADA BAHTERA TANPA MENEMUI OMBAK DAN BADAI



TIADA BAHTERA TANPA MENEMUI OMBAK DAN BADAI
                                  oleh : Ifan Nawawi
Kyai Semar Bodronoyo hanya diam, sekali-kali mengangangguken kepalanya mendegarkan Tunggadewi mantan santriwatinya yang kini sudah berumah tangga curhat sambil sesenggukan bersimpuh di depanya. Nila Kusuma yang duduk di sampingnya mngelus-elus  kepala teman karibnya dengan air mata meleleh pula dipipinya.
"Terima kasih Kyai, rasanya sekarang beban berat di hati saya agak berkurang... Mohon bimbingan dan doanya Kyai.." Kata tunggadewi
"Tidak mngapa engkau menangis anakku, itulah gunanya air mata, semoga beprsama titik yang jatuh berkurang pula bebanmu, semga begitu pula org yang mnangis karena menyesali kesalahan dan dosanya.. Bersyukurlah engkau masih bisa menangis, itu pertanda hatimu masih lembut dan penuh kasih sayang. Kalau engkau merasa lega dengan menangis di depanku pastilah engkau akan merasa lebih nyaman lagi jika mnangis dan mengadu di depan Tuhanmu,
"Tapi Kyai, bagaimana dg suamilku yang..."
"Jangan anakku, aku tidak ingin mendengarnya, lagi pula sebagai isteri engkau adalah pakainya maka engkau harus jadi penutup segala ai

b dan kekuranganya. Minta dulu pada Allah, pasti aakn diberi petunjuk, jika tidak ada perubahan dan merasa didholimi datanglah seminggu lagi bersama ayahmu, mudah mudahan ada jalan terbaik.. Sekarang pulanglah dan tetap jalankan kewajibanmu sebagai isteri yang baik, ingatlah anakku tiada bahtera yang tak menemui ombak dan badai…..”

0 komentar:

Posting Komentar