Sholat 5 Waktu

tambah sholat sunnah dan tahajud itu malah lebih baik

Guru Berpengalaman dan Sabar Dalam Pengajaran

Siswa - Siswi yang berdedikasi tinggi dan bermotivasi tinggi dalam pembelajaran

Kesabaran Yang Tiada Henti

Tak selamanya hidup ini abadi , hanyalah "perubahan" yang tidak akan berhenti karena sebuah perubahan itu kekal

Rumah kita sendiri

layaknya istana pribadi bila semua kita iklhasi

Pendidikan perlu keimanan

Hidup tanpa iman, sama halnya berjalan menyusuri kegelapan tana arti

Minggu, 16 Januari 2022

LANTUNAN AR RAHMAN

 


LANTUNAN AR RAHMAN


Episode: Getar Indah di Rapat IPNU-IPPNU

 

Rapat di rumah Mahzum di gelar dihalaman rumahnya yang luas. Hamparan karpet dan tikar penuh dengan pemuda-pemudi yang rata rata masih pelajar tingkat SMA, hanya beberapa yang sudah duduk di perguruan tinggi termasuk Hasanah, Mahzum dan Syifa. Mereka  baru semester dua. Periode depan tentu mereka bukan lagi IPNU-IPPNU, tapi masuk Fatayat dan GP Anshor. Maka di IPNU-IPPNU mereka dianggap senior.

Mereka duduk melingkar. Tampak Syifa duduk berdampingan di sebelah kanan Mahzum dengan jarak sekitar setengah meter. Di sebelah kanan Syifa Hasanah, kemudian anggota IPPNU yang lainnya duduk memutar. Begitu pula anggota IPNU, duduk melingkar mulai dari samping kiri Mahzum.

"Baiklah teman-teman, akan saya bacakan keputusan rapat kita pada malam ini sebelum kami tandangani untuk disampaikan pada rembug desa lusa,..." Syifa menghentikan ucapannya karena ada sepeda motor yang berhenti di pintu gerbang halaman tempat mereka rapat.

Hampir semua yang hadir menoleh ke arah pintu gerbang tidak terkecuali Mahzum sang Ketua. Ia segera bangkit dari duduknya begitu tahu yang datang adalah Rizal dan Huda untuk menyambutnya. Mahzum sangat gembira seniornya datang, ia dahulu adalah anggota ketika Rizal jadi Ketuanya.

"Hentikan dulu, bisik Mahzum kepada Syifa ketika akan berdiri menyambut Rizal dan Huda.

Sebelum Mahzum melangkah, anggota yang duduk disamping Mahzum menggeser tempat duduknya dan ada pula yang berdiri pindah tempat duduk. Mereka memberi ruang untuk duduk Rizal dan Huda nanti.

" Assalamu'alakum Mas Rizal, Mas Huda... Senang sekali bisa datang  mari bergabung.." Mahzum mendahului memberi salam kepada mereka sambil mendekati mereka yang sedang memarkirkan kendaraannya.

"Wa'ailakum salam... " jawab Rizal dan Huda.

"Monggo Mas,..." Kata Mahzum sambil mengarahkan ujung jempol tangannya ke arah tempat rapat dengan empat jari lainnya di tekuk.

"Silahkan ikuti saya " kata Mahzum sambil berjalan ke tempat dimana ia tadi duduk di ikuti Rizal dan Huda.

"Assalamualaikum" sapa Rizal ketika kakinya menginjak karpet yang di gunakan mereka duduk setelah melepas alas kakinya.

"Wa'alaikum salam" jawab seluruh yang hadir kompak.

Rizal dan Huda berjalan membelah karpet mengikuti Mahzum. Mahzum duduk di tempat semula di ikuti Rizal dan Huda. Sebelum duduk disamping Mahzum, Rizal sempat menganggukkan kepala menyapa Syifa dan Hasanah. Ketika mata Rizal beradu dengan Syifa, Rizal segera mengalihkan pandanganya. Hati Rizal berdegup. Masya Allah, cantik, anggun dan teduh. Baru kali ini ia bisa melihat dari dekat meski beberapa detik saja. Maklum ketika MTs dan MA Syifa sekolah di Jombang sekaligus mondok di Tebuireng, sedang ia sendiri selepas SMA kembali ikut ayahnya di Surabaya sampai selesai kuliah.

Mahzum segera mengangkat tangan sejajar dengan dadanya dengan semua ujung jari ke arah Syifa, lalu mengangguk memberi kode untuk melanjutkan.  Syifa membalas dengan menganggukkan kepala lalu melihat layar laptopnya.

"Bab..bab.. baiklah, saya bacakan keputusan rapat malam hari ini.... " Jelas sekali Syifa agak gugup entah mengapa, meski pun akhirnya ia dapat membacakan dengan lancar.

Setelah selesai Syifa membacakan seluruh keputusan rapat, Mahzum duduk tegak memandang seluruh yang hadir lalu berkata,

"Sebelum saya minta persetujuan dari semaua yang hadir, kami minta saran dulu kepada senior kita, Mas Rizal ini dulu yang paling berhasil membawa IPNU saat beliau menjadi ketua dan saat itu saya di seksi sosial... Monggo Mas Rizal atau Mas Huda, dipersilahkan"

Huda tersenyum kepada Mahzum sambil  memberikan jempolnya ke arah Rizal, sebagai kode Rizal saja yang menyampaikannya. Mahzum mengangguk lalu mempersilahkan Rizal dengan kode ujung jempol kanannya.

Rizal memperbaiki duduknya sambil menarik nafas kemudian berkata,

"Terima kasih kepada pimpinan IPNU-IPPNU serta semua Anggota yang hadir, ... Terlepas dari siapa PLt Lurah atau Kades yang kalian dukung dan telah diputuskan di rapat ini, saya merasa keputusan tadi sudah bagus dan mewakili aspirasi yang hadir, hanya saja kalau boleh saran untuk keputusan point 3,.... Maaf adik Syifa, kalau boleh coba dibacakan lagi,... " Rizal menoleh ke arah Syifa di samping kanannya di batasi jarak setengah meter dan Mahzum yang berada tepat disamping kanannya. Syifa menoleh ke arah Rizal meskipun dari tadi ia memperhatikan dengan ekor matanya. Ia menoleh karena namanya di sebut dengan panggilan adik Syifa. Ada rasa yang berbeda di hatinya. Entah apa.

" E...ee, iya baik, Mas " jawab Syifa lalu melihat lagi layar laptopnya dan membacakan yang di minta Rizal.

"Point tiga,... Adapun masalah dugaan penyelewengan uang pajak,..." Syifa menghentikan ucapannya dan terdengar menarik nafas karena nadanya sedikit bergetar, lalu melanjutkannya.

"Adapun masalah dugaan penyelewengan uang pajak dan atau uang kas desa kami serahkan kepada pemerintah desa untuk diproses secara hukum."

"Terima kasih adik Syifa, kalau boleh saya saran point itu dihapus dan atau tidak disertakan sebagai keputusan rapat. Alasannya adalah itu masih issue dan dugaan , belum ada bukti serta ada pihak yang melapor secara hukum, jadi organisasi ini setidaknya tidak menjadi pioner su'udhon atas sesuatu yang belum jelas"

"Maaf Mas Rizal, tapi sudah menjadi rahasia umum dan masyarakat sudah mendengar" sela seorang anggota IPNU.

"Benar, kita semua mendengar, tapi adakah yang tahu kita mendengar dari siapa, lalu apa buktinya? Maksud saya karena organisasi ini adalah organisasi yang mulia dan berbadan hukum maka adalah kewajiban kita untuk menjaga wibawa organisasi dengan tidak mudah menerima provokasi dan issue yang belum jelas kebenarannya. Saya sangat setuju kalau IPNU-IPPNU turut menyelidiki kebenaran sehingga mendapat bukti kemudian bukti-bukti itu kita gunakan untuk bertindak, Bagaimana?"

"Saya setuju" Kata Hasanah sambil mengacungkan tangan.

"Saya juga" suaranya terdengar pelan, Syifa mengacungkan tangannya disusul Mahzum mengacungkan tangan lalu seluruh yang hadir mengacungkan tangan. Hanya Huda yang tidak mengacungkan tangan karena matanya sedang menyelidik  siapa dua orang yang jongkok di balik pintu gerbang kemudian pelan-pelan meninggalkan tempat.

"Baiklah, kita sepakat ponit tiga dihapus dari keputusan rapat kita malam hari ini, dan marilah kita tutup rapat ini dengan membaca hamdalah dan wal ashri..." Kata Mahzum menutup rapat. Semua yang hadir membaca membaca hamdalah dan surat Al 'Ashr bersama sama.

"Allahumma sholli 'alaa  Muhammad...!" seru Mahzum. Hadirin serentak bangun meninggalkan majlis.

Hanya beberapa orang pemuda pemudi yang masih tinggal untuk membersihkan tempat dan melipat semua tikar dan karpet yang tadi digelar untuk duduk. Mereka membawa masuk karpet yang telah digulung dan tikar yang telah dilipat dengan rapi itu ke dalam rumah Mahzum. Hanya karpet merah yang masih digunakakan duduk Hasanah, Syifa, Mahzum, Rizal dan Huda yang mereka tinggalkan.

Mahzum merangkak dari tempat duduknya maju beberapa langkah lalu menghadap ke tempat temannya sehingga kini Rizal bersebelahan langsung dengan Syifa. Kini  Rizal dapat sesekali melihat Syifa yang banyak menunduk sambil sesekali sedikit menoleh ke arah Rizal.

"Silahkan, Mas Rizal dan Mas Huda teh masih hangat dan jajan masih banyak" Kata Mahzum sambil mendekatkan sepiring kacang rebus.

"Yang cewek ini saja, jeruk madu, biar tambah seger dan manis, kalau kacang katanya takut keluar kukul alias jerawat... Hehehe" sambung  Mahzum, tertawa sambil merangkak mendekatkan sepiring jeruk madu di depan Syifa dan Hasanah.

"Berarti mending makan kukul dari pada pada beli kacang..." kata Huda sambil mengambil sebiji kacang dan membuka kulitnya lalu dimasukkan ke mulutnya.

"Kok bisa,...?" Tanya Rizal sambil melihat Huda yang mulutnya sedang mengunyah kacang. Tampak Huda menelannya lalu berkata,

" Karena kalau makan kukul keluar kacangnya, gak usah beli kan? Hehehehe" Kata Huda lalu tertawa. Mahzum dan Rizal tertawa. Hasanah dan Syifa hanya tersenyum.

"Kalau gitu, jeruk madunya taruh sini Zum, bahaya kalau dimakan mereka" Kata Rizal sambil menatap Mahzum. Tangannya menunjuk sepiring jeruk dan mengalihkan pandangannya ke arah piring di depan Syifa. Syifa menggeser piring jeruk di depannya dengan tangan kirinya karena jauh dari jangkauan Mahzum ke arah Rizal di sampingnya. Syifa mengira Rizal ingin mengambil jeruk. Ketika Syifa  mengangkat wajahnya, pandangannya bertemu dengan mata Rizal yang melihat wajahnya. Syifa segera menunduk dan  Rizal segera megalihkan pandangannya ke jeruk. Hati Syifa bergetar. Jantung Rizal berdebar.

"Emangnya, kalau mereka makan jeruk madu kenapa, Mas?" Tanya Mahzum.

"Anu... Mmmmm, mereka nanti tambah manis, nanti banyak semut yang merubung " Jawab Rizal menutupi gugupnya. Mahzum dan Rizal tertawa. Hasanah tersenyum sambil melihat Syifa yang tertunduk dan tersenyum pula. Huda menepuk pundak Rizal.

"Dasar Don Juan... pintar mengambil hati wanita" Kata Huda.

"Emang Mas, mereka banyak semut hitamnya, pada krubung..." Kata Mahzum. Mendengar itu Hasanah melempar Mahzum dengan sebungkus tissue yang ada di depannya. Mahzum tampak menghindar sambil cengengesan.

"Maaf, sudah jam sembilan kami pulang duluan" Kata Hasanah sambil berdiri diikuti Syifa. Rizal dan Huda juga berdiri diikuti Mahzum.

"Saya antar sampai gang rumahmu ya Fa, sebentar saya ambil kunci sepeda motor" Kata Mahzum sambil melangkahkan kaki menuju rumah. Tapi pundaknya di pegang Huda.

"Biar aku dan Rizal yang mengantar, Kami searah" Kata Huda.

"Terima kasih, saya berani sendiri kok" Kata Syifa sambil berjalan mengikuti Hasanah.

“Masih takut berdua maksudnya ya, Fa?” Tanya Hasanah , tersenyum membalikkan badan melihat Syifa dengan mata mengerling lalu berjalan menuju kendaraannya.

"Saya dan Huda tidak mengantarmu  Dik Syifa, hanya mengikutimu sampai kamu masuk Gang menuju rumahmu... mari silahkan" Kata Rizal sambil memakai sandal berdiri di sebelah Huda.

"Zum, terima kasih...Asalamu'alikum" Kata Syifa berjalan menuju sepeda motornya mengikuti Hasanah. Rizal dan Huda berjalan di belakang mereka keluar pagar menuju Varionya.

******

Senin, 17 September 2018

AKU BUKAN KYAI episode KHITBAH




AKU BUKAN KYAI
The series Episode :
KHITBAH

Ketika akan melepaskan mukenanya setelah sholat Ashar, Ratna Tunggadewi mendengar pintu kamarnya di ketuk dan suara Abahnya dari balik pintu,
"Ratna, ada tamu..."
"Ya Abah, Ratna ganti baju dulu"
Tidak lama kemudian Ratna keluar dari kamar dengan Longdress ungu muda dari bahan kaos dan jibab ungu tua. Cantik dan anggun.
" Dimas?.." Panggil Ratna terkejut karena tidak menyangka Dimas akan sampai di ruang tamunya. Dimas segera berdiri

"Assalamualaikum "Kata Dimas meluluhkan kekagetannya. Ratna menjawab salamnya dan duduk di samping  abahnya berhadapan dengan  Dimas.
“Kenapa Ratna tidak pernah cerita kepada  Abah kalau  Ratna punya teman istimewa?” Tanya Abah Ratna
“Istimewa, siapa Abah? “ Tanya Ratna
“Arjuna di depanmu itu”
“Hahh, dia Abah? Dia itu bukan Arjuna Abah, tapi Gareng ! Heh ngapain kamu jauh-jauh dari Surabaya ke sini. ” Tanya Ratna kepada Dimas dengan mata melotot.
“Bagiku gak ada yang jauh. Jangankan cuman Jombang  Cukir, jika di surga pun akan aku cari rumahmu” Jawab Dimas dengan mantab. Abah Ratna tersenyum mendengarnya
“Ngapain cari cari aku, kamu bilang sekarang gak butuh siapapun, juga gak butuh aku “
“Kapan aku bilang begitu,”
“Dasar pikun, tanggal 12 bulan lalu di rumah Pak Hanief, inget !...  Hati aku masih sakit tau!”
“Nah, itu berarti gak butuhya bulan lalu, bukan sekarang”
“Huhh !” Ratna mengepalkan kedu tanganya.
“hahahahaha , kalian berdua memang cocok, kamu gak bakalan menang ngomong sama Arjunamu Nduk, … udah sekarang kamu buatkan kopi untuk Abah dan Dimas” Kata  Abah
“Kan ada Bu Ijah, “
“Abah minta kamu yang buatkan, bukan  Bu ijah”
Dengan wajah mbesengut  dan pikiran penuh tanda tanya atas sikap Abahnya Ratna segera berdiri menuju dapur.
“Dimas, sampaikan salam untuk Abahmu. Bilang dari Walet Buntung dan minggu terakhir bulan ini saya akan menemui Abahmu  diLamongan”Kata Abah ketika Ratna menuju dapur
“Insya Allah Abah, akan saya sampaikan”
“Sudah setengah lima sebaiknya Dimas pulang, tolong nanti mampir ke Krian kepesantren Kyai Ali,sampikan salam ke beliau Walet Buntung kirim salam pada Kyai Genggong”
“Jadi beliau yang bergelar Kyai Genggong Timur  Abah?”
‘Benar, sampaikan pula untuk menghubungiku, sebentar aku ambilkan kartu namaku”
Abah berdiri lalu menuju meja kerjanya di ruang tengah mengambil kartu nama kemudian kembali ke ruang tamu dan menyerahkanya kepada Dimas.
‘Baiklah Abah, saya pamit. Assalaamu’alikum”
‘Wa ‘alaikum salam warahmah, sepedamu di stater di luar pagar halaman saja agar Ratna tidak dengar, soal Ratna biar Abah nanti yang bicara”
Abah mengikuti tamunya keluar sampai di depan pintu. Ketika Dimas sudah melarikan CBR nya Abah kembali ke ruang tamu .
Baru saja duduk, putrinya datang dengan membawa dua cangkir kopi.
“Kemana dia Bah”
“Sudah pulang, sini duduk temani Abah minum kopi”
“Tuch, kan dia memang aneh” Kata Ratna sambil menaruh kopi di meja lalu duduk di samping Abahnya.
“Tapi itulah yang membuat wanita cinta, dulu Umimu juga bilang Abahmu aneh, kalau gak percaya nanti tanyakalau Umimu sudah pulang pengajian”
“Ah Abah  ngebelain Dimas terus, kayak sudah mengenal dia saja”
“Abah memang kenal dia”
“Kan barusan”
“Abah sudah mengenalnya sebelum kamu kenal, waktu kecil Abah danUmmimu juga pernah menggendongnya. Malah pernah kencing di pangkuan Ummimu pula, kamu tidak tahu kan siapa orang tuanya?”
Ratna menggelengkan kepala. Abah mengambil cangkir kopi di depannya kemudian menyeruputnya. Diletakanya kembali cangkir itu di tempat semula lalu lalu meraih Djie Sam Soe di sebelah cangkir.
”Jangan merokok Abah, nanti Ratna batuk,… emang ortunya siapa Bah”
“Hehehe…. Penasaran ya?” Tanya Abah sambil meletakkan kembali  bungkus rokok di tempat semula.
“Astaghfirullah, Abah lupa ada janji dengan Pak Haji Manan”  Abah segera berdiri tetapi tanganya dipegang Ratna.
“Siapa ortunya Bah,”
“ KyaiJazuli , Dimas adalah cucu Kyai Walang  Wadung  Paciran  Lamongan”
“Walang Wadung, Abah?”
“Kamu mengenalnya?”
“Tidak  Abah, cuman Ratna jadi ingat, dia pernah merobohkan dua penjahat  yang hendak  mencelakai Pak Hanief dan  Pak Alie Shofiri dengan jurus seperti walang “
(baca cerita akubukan kyai seri yang lalu )
“Tentang  dua bapak itu, Abah ingin tahu tapi sekarang Abah pergi dulu, Assalaamu’alakum”
 “Wa alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh”

*****
Sejak selesai sholat Isya’  Ratna tampak mondar-mandir antara kamarnya, ruang  tengah dan ruang tamu. Umminya yang duduk di ruang tengah merasa heran. Segera di tutupnya Al Qur’an yang sejak tadi di bacanya begitu Ratna keluar dari kamar dan lewat di depannya hendak ke pintu depan.
“Ratna, sini duduk ada yang ingin Ummi tanyakan “  kata ummi sambil meletakkan Al Quran di meja. Ratna menghentikan langkahnya dan menuju ke samping meja, berdiri menghadap Umminya.
“Sudah selesai ngajinya Mi? Abah dari Isya’ tadi kok belum pulang dari Masjid, ada pengajian ya Mi“  Tanya Ratna
“Rapat persiapan peringatan Isro’ Mi’roj, jadi kamu dari tadi mondar mandir itu nuggu Abah? Tidak biasanya kamu sampai resah gitu hanya nuggu Abah, ada apa ?“
“Mmmmmm…. Mau minta sangu buat besok, besok Ratna mau ke Surabaya, takutnya besok Ratna lupa… “Kata Ratna sambil menuju kursi di depan Ummi lalu duduk  dengan wajah menunduk.
“ Hehehe…. “
“Kok Ummi ketawa?”
“Sejak kapan kamu minta sangu Abah, kan biasanya minta Ummi” kata Ummi sambil senyum-senyum dan berdiri dari duduknya menghampiri Ratna yang duduk di kursi depannya lalu membungkukkan badan berbisik di telinga Ratna,
“Masih penasaran dengan tamu tadi sore ya?”
Ratna kaget, tampak wajahnya memerah menahan malu karena ummi tahu isi hatinya. Diraihnya tangan umminya dan  dibenamkan wajahnya di perut Umminya. Dipeluknya Ummi erat-erat. Perasaan yang bergejolak selama ini tumpah ruah. Ratna menitikkan air mata. Entah mengapa. Ummi dengan sayang membelai rambut putrinya.
 “Kalau hatimu sudah tersentuh,……maka siaplah menghadapinya. Karena cinta adalah ujian jua dariNya. Dan baru terasa indah penuh warna dan damai jika kamu mampu melewatinya. Bukan hancur karenanya….“
“Terima kasih Ummi,…. Apakah Ratna telah jatuh cinta Ummi, Ratna telah janji pada Ummi tidak punya pacar sebelum kuliah selesai,…” kata Ratna sambil melepaskan pelukan ke Umminya. Dipegangnya kedua telapak tangan ummi dan diciumnya. Ada perasaan bersalah di hatinya.
“Ratna tidak melanggar janji pada Ummi, karena cinta itu Allahlah yang memberi…. Lagi pula Ratna tidak perlu punya pacar selama kuliah, tapi cukuplah dengan punya suami”
“Maksud Ummi….” Ratna menatap Umminya.
“Ya,… menikah !” kata Ummi memotong ucapan Ratna.
“Ratna belum memutuskan untuk menikah Ummi, Ratna masih ingin kuliah,”
“Ummi dan Abah, juga ingin Ratna tetep kuliah,sudahlah, sekarang jangan dibahas, karena hatimu sedang syok dan di pikiranmu sedang banyak pertanyaan”
“Aku tidak yakin Ummi,…..dia…dia dan Ratna belum pernah berbicara tentang sesuatu yang pribadi Ummi,. “
“ Maksudmu Dimas Putra Abimanyu harus bilang, Ratna sayang… I love you forever , gitu, hehehe.. “ kataUmmi sambil memegang dagu putrinya. Ratna menepisksn tangan Umminya sambil melengos.
“Ummi !,…, Ummi kok tahu nama lengkapnya”
“Karena Ummi tidak akan melepaskan putri Ummi kepada orang yang tidak Ummi kenal dengan baik”
“Ummi kok pe de amat, dari mana Ummi yakin kalau dia mau nikahi Ratna, ngomong aja belum”
“Karena Minggu depan orang tua Dimas Putra Abimanyu alias Bimbim, atau Gus Bimbim, Kyai dan Nyai Jazuliakan melamar, dan tadi sore dia telah menyampaikanya  kepada Abahmu” Jawab Ummi sambil berjalan ke kamar mandi karena sejak tadi menahan buang hajat kecil.
Mendengar jawaban Umminyatelinga Ratna terasa panas dan hatinya dongkol serta perasaan lain berkecamuk karena merasa dikadalin Dimas.
“ Dimaaaaaaasss…..!!.. kuhajjjarr kau besok !” teriak Ratna
*****




Kamis, 28 September 2017

Teras mushola, episode kemasan indah

Dari  Teras Kyai Semar
Episode Kemasan Indah

Sore itu lepas sholat ashar petruk dan bagong muda duduk duduk di teras rumah kyai semar untuk ikut kyai semar yang akan memberi tausiyah pada pengajian jumat legi di masjid tetangga sebelah.
Tampak oleh  mereka seorang gadis sebaya berjalan lewat depan rumah kyai sambil membawa alquran yang yang dipeluk di dadanya.
" nah ini dia Gong gadis sholihah idaman saya, jarang sekarang ada gadis yang membawa Al qur'an "
" ah gampang sekali kamu menilai gadis itu sholihah hanya dia membawa sebuah al qura'n, lihat tuh, di belakangnya ada gadis membawa dua al qur'an tentunya dia lebih sholihah kan..."
"Hehehehe ya gak gitu Gong...,  "
"Makanya ingat yang kyai semar tuturkan tadi subuh di mushola, kalau mau cari jodoh jangan di masjid atau mushola, karena di mushola atau masjid semua orang baik. Pencuri, penipu,pezina, kelakuannya sama baiknya dengan ustadz atau santri jika masih di masjid. Kalau mau cari jodoh, carilah di pasar, kalau di pasar dia jujur, sopan, baik, berarti di hatinya ada masjid..."

Sore itu lepas sholat ashar petruk dan bagong muda duduk duduk di teras rumah kyai semar untuk ikut kyai semar yang akan memberi tausiyah pada pengajian jumat legi di masjid tetangga sebelah.
Tampak oleh  mereka seorang gadis sebaya berjalan lewat depan rumah kyai sambil membawa alquran yang yang dipeluk di dadanya.
" nah ini dia Gong gadis sholihah idaman saya, jarang sekarang ada gadis yang membawa Al qur'an "
" ah gampang sekali kamu menilai gadis itu sholihah hanya dia membawa sebuah al qura'n, lihat tuh, di belakangnya ada gadis membawa dua al qur'an tentunya dia lebih sholihah kan..."
"Hehehehe ya gak gitu Gong...,  "
"Makanya ingat yang kyai semar tuturkan tadi subuh di mushola, kalau mau cari jodoh jangan di masjid atau mushola, karena di mushola atau masjid semua orang baik. Pencuri, penipu,pezina, kelakuannya sama baiknya dengan ustadz atau santri jika masih di masjid. Kalau mau cari jodoh, carilah di pasar, kalau di pasar dia jujur, sopan, baik, berarti di hatinya ada masjid..."

Senin, 14 Agustus 2017

AKU BUKAN KYAI Episode: Rahasia Ilmu Laquwah



AKU BUKAN KYAI
Episode: Rahasia Ilmu Laquwah




Masih pagi, jam delapan Ratna sudah nongol di depan pintu. Setelah mengucapkan salam, dia langsung masuk ke ruang tengah di mana aku dan isteriku sedang menggelar kain tile untuk kebaya.
"Punyaku dah jadi nte?"
"Dua hari lagi, lagian kan pakenya masih bulan depan"
"Mau promosi ke kakak angkatan, kan mereka mau Wisuda, Ntar aku di kasih komisi ya Nte"
 " Beres...., kok kamu gak kuliah?"
"Ini kan sabtu, Nte... Oh ya Pak, kok di gang gak ada penjual penthol bakar, dia sudah gak tugas ya Pak?"
Aku hanya teresnyum.
"Senyum bapak itu gak enak banget.." Kata Ratna dengan muka manyun.
"Hahahahaha ...Itulah perempuan, Kalau dekat diomelin, kalau gak ada dicariin"
"Siapa yang cari dia, aku cuma tanya"
"Tugas Dimas sudah di gantikan sama yang lain, dia ditugaskan Kyai di tempat lain,"
"Dimana Pak?"
"Lha kan?.... Siapa yang cari, aku cuman tanya" Kataku menirukan Ratna. Isteriku sampai tertawa.
"Denger ya, aku tu cuman kuatir karena yang dihadapi Dimas itu bukan preman kacangn, di Jalan Gula kemarin saja Ratna sampai Pake Walet lima,.. sejak itu Dimas tidak t ampak batang hidungnya dikampus, maupun di pesantren."
"Dari mana kamu tahu di pesantren tidak ada" Tanyaku kuatir.
"Jaiz, kemarin di kampus. Dia kan satu kamar dengan Dimas" Jawab Ratna.
"Apakah temanmu Jaiz itu juga tidak tahu dimana Dimas?" Tanyaku
"Tidak"
"Cobalah tanya Kyai Zuhdi, Yah" Saran isteriku.
"Baiklah, nanti setelah sholat Dluhur aku ke sana"
"Sekrang aja Pak, Ratna ikut"
"Ini anak kalau ada maunya,.. Sekarang kan waktunya kerja, ya nanti kalau mau ikut" Kataku sambil memasang mal di atas kain.
"Bener ya, jangan ditinggal, aku mau pulang dulu, ganti baju yang lebih pantas untuk ke pesantren "Kata Ratna sambil memeluk dan mencium isteriku, pamit.
Tidak lama setelah Ratna pulang ada tamu mengetuk pintu dan memberi salam. Aku pun segera menjawab dan bergegas ke ruang tamu. Seseorang berdiri di depan pintu.
"Dimas? Panjang umurmu ....ayo cepetan masuk" Aku mengenalinya meskipun sebgian wajahnya tertutup topi. Dimas menyalamiku lalu duduk.
"KataRatna beberapa hari kamu tidak nongol di kampus maupun di pesatren"
"Benar Pak, saya ke Pasuruan"
"Pasuruan?"
"Tiga hari yang lalu saya duduk di warung Pak Parlan ada tiga orang naik dua sepada motor tanya rumah Pak Hanif kepada Pak Parlan, tapi ketika aku ikuti ternyata mereka hanya lewat saja di depan rumah ini, aku jadi curiga, maka aku ikuti mereka, ternyata menju ke suatu rumah di Asemrowo gang tiga nomor xx. Sepuluh menit kemudian dua orang keluar, aku ikuti mereka sampai pasuruan. Ternyata mereka ke sebuah rumah besar dan di pintu gerbangnya bertuliskan Padepokan Mbah Sastro, aku tanya masyarakat sekitar, ternyata Mbah Sastro adalah guru silat dan pranomal, sudah meninggal di asurabaya, itu yang saya dapat selama dua hari disana, tapi sepertinya tidak ada hubunganya dengan Kyai,..dan aku coba cari tahu tentang orang Asemrowo itu, dia orang biasa saja, bukan premen tapi agak tertutp dan jarang bergaul dengan tetangga, apakah Pak Hanif mengenal Padepokan Mbah Satro?"
Aku menggelengkn kepala. Tetapi aku yakin pasti itu adalah anak buah Pak Tua alias Mbah Sasto.
"Hati Pak, sepertinya mereka bermaksud jahat"
"Terima kasih Dimas, sebaiknya cepat kembali ke pesantren, teman-temanmu cemas. Dan hubungi Ratna agar dia tidak cemas pula.”
"Tolong sampaikan ke Ratna Pak, untuk tidak ikutan masaalah ini, mereka berbahaya, kalau saya yang bilang gak pernah nurut, saya kuatir dan tidak ingin Ratna celaka"
Aku menganggukkn kepala. Ternyata mereka saling menguatirkan, saling perhatian. Padahal kalau ketemu mereka seperti Tommy and Jerry. Gak pernah akur. Tapi aku tidak begitu mengkuatirkn Ratna.. Aku yakin kemampuan bela diri Ratna jauh di atas Dimas. Apalagi sekarang dia sedang mempelajari kitab walet dari Mbah Sastro.
"Baiklah Pak Hanif, saya pamit ke pesanteren, Assalamualaikum" Kata Dimas lalu keluar menuju CBRnya.
"Hati-hati Dimas " Kataku sebelum sepedanya meluncur. Aku kembali masuk ke ruang tengah. Tampak isteriku keluar dari dapur membawa dua gelas teh hangat.
"Untuk siapa Ma?"
"Lha tamunya mana?"
"Kasep,.. Dah pulang, berarti rejekinya Ayah" Kataku sambil mengambil gelas teh hangat itu dari baki.
Belum sempat teh itu aku minum dari pintu depan terdengar salam. Masih pagi sudah banyak tamu. Berarti banyak rejeki, hiburku dalam hati. Kuletakkan kembali gelas itu. Kujawab salamnya dan berjalan menuju ruang tamu.
"Oh Pak Haji Jakfar dan Kyai Mustofa, Subhanallah... monggo Pak silahkan masuk. Beginilah keadaanya, morat marit, maklum penjahat, eh penjahit... monggo lenggah Pak Kyai" Kataku setelah menyalami mereka dan memprsilakan mereka duduk.
"Trima kasih Pak Hanif, maaf jangan panggil Kyai. Lagi pula Pak Hanif masih termasuk paman guruku, karena abahku juga Santri dari guru Pak haniefKyai Shofi Pekalongan, dan kakekku juga seperguruan dengan guru Pak Hanief, Kyai Sepuh, Mbah Kyai Sulaiman" Kata Kyai Musthofa setelah duduk disamping Pak Haji Jakfar. Kyai muda itu menghentikan ucapannya sejenak lalu katanya,
"Maaf Pak Hanief, kemarin saya tidak tahu kalau Pak Hanif adalah orangnya, orang yang harus saya temui untuk menyampaikan pesan dari Abah saya, karena Abah bilang yang tahu orangnya hanya Kyai Zuhdi, makanya saya menemui beliau dulu"
"Sama-sam Kyai,.. Eh Dimas Thofa, maaf,.. pesan apakah kiranya dari Kyai Jenggot Putih Demak untuk saya Dimas?" Tanyaku agak gugup.
"Aku kuatir ada yang salah denganku sehingga Kyai berkenan menegurku" Kataku selanjutnya.
"Tidak ada yang salah dengan panjenengan Pak Hanief, Abah hanya titip salam, Assalamualaikum warakmatullahi wabarakatuh..."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh" Jawabku
"Abah titip pesan, kalau ada waktu, Pak Hanief diminta untuk datang ke Pesantren, untuk menyambung silaturahmi dan hormat Abah kepada Kyai Sepuh, yang kedua Abah minta Pak Hanif supaya bisa membantu Abah di pesantren meneruskan ilmu dari Kyai Shofi untuk menyempurnakn ajaran beliau"
"Terima Kasih Dimas, atas segala kehormatan dari Kyai,... Jka boleh saya bertanya, darimana Kyai tahu tentang saya, padahal saya belum pernah ketemu beliau "
"Kyai Blekok Pak Hanief, semua atas saran beliau,.. Menurut beliau, ilmu Kyai Shofi Rohimahullah harus diajarkan agar tidak hilang dan satu-satunya yang mengusai dari Kyai Shofi hanya panjenengan"
Aku terdiam mendengar penjelasan Kyai muda itu. Memang benar ilmu tidak boleh disembunyikan, tapi ilmu apakah yang harus aku ajarkan, menjahit? Lagi pula  aku merasa tidak biasa hidup di pesantren. Bahkan dulu pun aku di pesantren karena tempat tinggalku disamping pesantren. Bukan mondok. Kyai Shofi adalah tetanggaku dan teman al marhum ayahku.
Selain ikut mengaji dengan para santrinya, aku juga sering bermain di rumahnya karena satu-satunya putri Kyai adalah teman sekelasku di Tsanawiyah dan juga di MAN dan aku sering membantu pekerjaan rumah Kyai. Karena aku bukan santri mondok, aku tidak banyak mengenal santri beliau, termasuk Kyai janggut putih ketika nyantri dan juga Kyai blekok.
"Bagaimana Pak Hanif?" Tanya Kyai muda, putra Kyai Jenggot Putih Demak itu.
"Maaf Dimas, saya rasa hidup saya sudah kadung bukan di pesantren, tapi saran Kyai Blekok dan Kyai Jenggot Putih untuk mengajarkan ajaran Kyai Shofi akan saya lakukan, Insaya Allah saya akan menyebarkn ajaran Kyai Shofi dengan cara saya hidup berbaur dengan masayarakat... Terima kasih untuk menyampaikan jawaban saya ini kepada beliau juga kepada Kyai Blekok dan Insaya Allah saya akan sowan ke pesantren memenuhi undangn Kyai, karena ini adalah kehormatan bagi saya" Jawabku dengan hati mantap.
"Baiklah, akan saya sampaikan tanpa kurang maupun melebihi,... Sungguh saya sangat kagum Pak Hanief, banyak santri ingn jadi Kyai, tapi Pak Hanif malah menolak..."
"Maaf, saya bukan menolak Dimas..!" Kataku memotong,
"Saya hanya merasa sangat tidak pantas menyandang gelar agung itu,..saya kira jawabanku sudah jelas, saya mengucapkan terima kasih"
"Maaf Pak Hanief, saya tidak bermksud menyinggung perasaan panjenengn, mohon maafkan saya,.. Saya hanya benar-benar kagum, dan saya benar-benar mendapatkan pelajaran yang sangat berharga,.. Saya juga insyaf  Pak Hanief, kalau saya bukan keturunan Kyai Jenggot Putih, saya juga bukan siapa-siapa... Apalagi dihadapan panjenengn..."
"Dimas Tofa,.. Semua orang punya tugas dan tanggung jawab, Dimas tidak bisa lari dari tanggung jawab Dimas atas amanat masyarakat yang menitipkan putra-putrinya di pesantren Dimas, Dimas tidak harus seperti saya, dan saya juga tidak harus seperti Dimas, jika dipaksakan itu akan salah, merusak tatanan, bukankah demikian Pak Haji Jakfar?" Tanyaku kepada Pak Haji Jakfar yang sejak tadi hanya diam mendangarkan keponakanya.
"Leres, Pak Hanief,.. " Jawab Pak Haji Jakfar sambil menganggukanggukkan kepala.
" Dimas, saya ingin Dimas tahu alasan saya sebenarnya,... Janganakan gelar, apapun gelarnya termasuk maaf gelar Kyai, ilmu semua itu bisa menggelincirkan manusia ke dalam dosa yang besar, Dimas tentu paham ayat dan hadisnya, bahwa tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sekecil biji sawi dari sifat sombong, karena sombong itu hanya Allah sajalah yang pantas,... saya takut akan hal itu Dimas, dan saya tiada berhenti belajar untuk menghindarinya."
"Terima kasih Pak Hanief atas wejangannya, insya Allah saya akan selalu mengingatnya" Kata Kyai muda itu.
"Pemisi, .." Isteriku datang membawa teh hangat serta dua piring pisang goreng. "Monggo Pak Kyai, Abah.. " Kata isteriku sambil maletakkan di atas meja.
"Terima kasih Bu Hanif," Jawab Pak Haji Jakfar.
Isteriku kembali ke ruang tengah.
"Pak hanif, terima kasih,... rupanya inilah rahasia dari ilmu laquah, pantas saja ribuan laquah saya baca tapi tidak ada pengaruhnya apa-apa,.. Rupanya saya harus belajar menghilangkan ujub dan takabur,.. Astagfirullahal 'adziem" Kata Kyai muda itu. Aku hanya tersenyum. Dalam hati aku kagum terhadap kecerdasan Kyai muda ini dalam memahami ilmu.
"Alhamdulillah, kalau saja saya tidak ikut kemari, saya tidak akan mengetahui ilmu berharga ini, terima kasih Pak Hanif" Kata Pak Haji Jakfar.
"Subhanaka laa 'ilma lana illa ma 'alamtana innaka antal 'alimul hakiem” Jawabku. Sejenak kami terdiam.
“Mari diminum tehnya" Kataku sambil meraih gelas teh hangat, dikuti Kyai Musthofa dan Pak Haji Jakfar.
Sepulang Kyai dan Abah Jakfar aku jadi berpikir ternyata yang dijarkan Kyai Shofi dengan cara santai disela-sala menanam singkong, menjemur kayu bakar, mengisi kolah untuk mandi adalah ajaran yang sangat tinggi. yang selalu aku ingat, jangan sombong, riya' senang dipuji. Karena semua itu yang menghancurkan amal baik, menghanguskan pahala sebagaimana api menghanguskan kayu bakar, sombong membuat Allah murka, karena sombong pula sehingga iblis di usir dari surga dan dikutuk sepanjang masa.
Aku juga ingat, Kyai Shofi mengajarkan bahwa semua orang bisa sholat, si kaya bisa haji dan zakat. Orang terpelajar, santri, guru, Ustadz Kyai dapat membaca kitab... menjadi pandai dan berilmu, tetapi semua itu tidak dapat mengantarkannya kepada kemulian, karena Tuhan hanya memulyakan hambanya yang paling takut kepadanya,., tidak kuatir dan sakit hati direndahkan orang. Bukanakah jika Tuhan mengangkat dan mencintainya siapa yang mampu merendahkannya?

*****