Episode : Keris Luk Pitulas, Karya Yang
Indah
Bersamaan tangan kananku yang terangkat dengan telapak tangan terbuka,
tiba-tiba gadis itu dlosor dari tempat duduknya dan bersimpuh di lantai.
"Ampun..ampun jangan pukuli aku..." Katanya menghiba.
" Kalau begitu sekarang kembalilah ke asalmu dan jangan kembali
lagi " kataku. Di hati aku merasa heran juga karena aku tidak merasa memukulinya."Baiklah
aku pergi" dan tiba-tiba gadis itu tersungkur lemas di kaki ibunya ayah
dan ibunya segera mengangkat gadis itu ke kursi, mendudukanya. Gadis itu
lunglai dengan mata terpejam seperti orang yang pingsan. Karena kuatir terjadi sesuatu
aku menyentuh pundakya..
”Mbak,.. Mbak " kataku sambil sedikit menggoyang pundaknya. Gadis
itu membuka matanya dan melihat ke arah ibunya yang segera memeluknya dengan
cucuran air mata. " Kenapa ibu mnangis,
"Gadis itu juga melihat ayahnya seolah-olah minta jawaban, tetapi
sang ayah hanya bisa tersenyum dengan mata berkaca-kaca
"Terima kasih Kyai"
" Maaf Pak, saya bukan Kyai, Ki, dukun atau paranormal,"
"Siapapun bapak, saya sangat berterima kasih"
"Berterima kasih dan bersyukurlah kepada Allah,.. Maaf kalau
boleh saya menyarankan, sebaiknya mulai sekarang kewajiban kepada tuhan lebih
utama untuk dikerjakan. Ajaklah isteri dan anak Bapak untuk sholat di belakang
bapak, Insya Allah tuhan akan senantiasa melindungi keluarga Bapak,.." Aku
menghentikan ucapanku. Karena melihat Pak gendut menteskan air mata dan
sesenggukkan menahan tangis.
"Ya allah ampunilah aku dan keluargaku" katanya lalu
meraih tanganku, disalaminya dan menatapku lekat-lekat.
" Tolong ajarilah aku Sholat agar bisa jadai imam untuk
keluargaku Pak " katanya dengan air mata meleleh.
"Tenanglah Pak, silahkan duduk"
Pak gendut pun duduk kembali. Lalu menyeka air matanya.
"Insayaa allah nantii akan saya sampaikan kepada temanku
seorng Ustadz untuk mengajari Bapak" kataku sambil menyerahkan gelas air
mineral kepada Pak gendut. Pak gendut menerimanya dan segera meminumnya. Sesenggukanya
pun mereda.
" Terima kasih, tapi sayaa ingin baPak sendiri yang mengajari sayaa
dan keluarga sayaa,.."
" Maaf Bapak, saya bukan Ustadz, saya penjahit, perkrjaan saya
menjahit, rezeki saya melalui mesin jahit" jawabku. aku mencoba memberi
alasan yang tepat, bukan aku tidak mau mengajari sholat. Sebab salama beberapa
minggu ini jujur saja aku merasa terganggu juga dengan banyakanya tamu.
Untungnya penjahitku yang cuman dua orang itu mau lembur. Bahkan isteriku pun
mulai mengeluh beberapa hari yang lalu. Tetapi saya yakinkan kepada istriku bahwa
aku tidak beralih profesi jadi paranormal dan aku masih normal
"Sekali lagi maaf Pak, bukanya saya tidak mau mengjari sholat Bapak
dan keluarga Bapak, tetapi memang belajar itu sebaiknya pada ahlinya, dan yang
ahli dalam hal ini adalah para ustdz dan Kyai... Bukan penjahit seperti saya
ini.. "
"Ah Bapak ini terlalu merendah..." Kata Pak Gendut sambil tersenyum. tidak
lama kamudian merekaa pamit untuk pulang. Aku dan Cak Alie mengntarkannya sampai
di mobilnya.
Lha ternyata supirnya adalah Pak Parno yang rumahanya depan gang rumahku.
Cak Ali pun segera pulang. Aku masuk ke rumah, tetapi ketika aku sampai pintu
aku ingat pada tamuku yang satunya. Seorang bapak berkemeja batik. Kok di teras
tidak ada, tadi juga waktu ngantar Pak gendut jg aku tidak melihatnya. Aku
clingak clinguk di depan rumah mncarinya, aneh tamu kok pulang tidak pamit. Ah,
tidak boleh su'udhon, barang kali aja dia kena diare dan harus segera pulang.
******
Masih pagi, jam setengah tujuh Pak parno tetanggaku yang menjadi
supir Pak Gendut datang ke rumah membawa bingkisan. Katanya dari Pak Gendut
untukku. Aku persilakan Pak Pak parno duduk dan menerima bingkisan itu.
" Mas Hanief, ada yang ingin saya sampaikan, ada orang yang
tanya tentang sampaean beberpa waktu lalu ketika saya mengantar majikan saya
kemaren malam itu"
" Apakah orang itu sudah cukup tua dan berbaju batik" tanyaku
"Ya, benar Mas, kok Mas sudah tahu, oh ya ya saya lupa kalau Mas
Hanief kan orang sakti, jadi wis weruh sak durunge winarah" kata Pak parno
"Hush !, jangan bilang begitu Pak, aku tahu bukanya punya ilmu
tebak jitu, tapi orang itu sudah ke sini .."
"Ooo, tapi kok saya curiga banget Mas, soalnya tanyanya macem-macem"
"Barang kali aja dia pingin kenal tapi malu tanya sendiri padaku,
Pak"
" Gak mungkin Mas, tapi waktu itu perasaanku jadi gak enak, pokoknya
aneh gitu Mas,.
"Wah, maaf saya pamit dulu, ngantar majikan ke Juanda,.."
"Silakan Pak, tolong sampaikan terima kasih saya ya Pak "
"Inggih Mas, Assalaamualaikum"
" Wa alaikum Salam" aku mengantarkannya keluar sampai
teras. Dan ketika aku akan Masuk seseorang memanggilku. Ternyata Cak Ali Sofiri
mau mengambil baju anakya.
" Masuk aja Cak, tny istriku di d aku gak tahu dah dijahit apa
keluar" kataku pd Cak Ali. Dia pun masuk mengikutiku ketika melewati ruang
tamu Cak Ali Sofiri melihat bingkisan yang menarik perhatiannya.
"Punya siapa ini Kang kok di bungkus bagus gini" tny Cak Ali, ia mengira
jahitan milik pelanggan yang sudah jadi.
" Dari Pak Gendut"
" Wah, bungkusnya bagus isinya apa ya Kang"
" Gak tahu lah, yang jelas pasti bukan Lontong Balap hehehehe" Aku berkata begitu karena aku tahu Cak Ali
Sofiri hobinya balapan lontong sama sambel sak cowek di Kepanjen.
"Wis Cak, cik no gak penasaran ayo buka bareng" Kataku
sambil duduk diikuti Cak Ali yang duduk di sebelahku. Isi bungkusan itu adalah
sebuah kotak segi empat yang panjangnya kira-kira. 60 cm dengan lebar 30 cm yang
terbuat dari kayu jati berukir motif bunga yang mengelilingi pinggirnya. Di
tengahnya terdapat ukiran naga yang menjulurkan lidahnya
"Sik, ojo dibuka dhisik, hatiku gak enak,.. Sepertinya ada
sesuatu di dalamnya"
"Ya jelas lah, Masak kosong..." Jawabku
"Aku serius Cak" katanya sambil meletakkan telapak tangan
kanannya yang jari tengahanya berhias akik hitam. Aku lihat Cak Ali mulutnya
komat kamit entah membaca apa. Tiba-tiba kotak itu bergetar. Aku kaget. Cak Ali
keningnya berkerut.
"Iki Jin, Kang !" Kata Cak Ali sambil menangkat tanganya kembali.
Aku hanya diam. Cak Ali melihatku dengan wajah menyiratkan seribu pertanyaan.
"Ah, yang benar Cak, masak jin dimasukan kotak? Kayak pizza saja, lagi pula ngapain Pak Gendut
kasih jin padaku" tanyaku.
"Untuk tahu jawbannya ya buka aja Kang" Jawab Cak Ali. Aku mengangguk. Lalu segera melihat
sekeliling kotak untuk mencari tahu bagaimana membukanya. Ternyata ada tombol
perak disamping kotak. Kami kaget begitu kotak terbuka. Keris. Di atasnya ada
amplop, segera ku ambil dan kubuka. Isinya kertas bertuliskan, benda inilah yang
membuatku lupa padaa tuhan, aku selalu mengandalkanya... Sekarang aku serahkan kepadaa
Kyai agar tidak menggangguku dan keluargaku. Terima kasih Kyai telah menyadarkan
aku.
"Petunjuk apa kang?" Tanya Cak Ali. Aku berikan kertas
itu kepada Cak Ali, ia segera membacanya. Aku mengamati keris itu. Warangkanya
cokelat tua mengkilap entah dari kayu apa. Gagangnya juga kayu warna cokalt
hampir kehitaman berbentuk kepala naga dan bertabur permata merah delima sampai
ke leher. Sungguh sebuah karya seni yang indah.
"Keris ini sudah jadi milikamu Kang. Tapi ada jin-nya, hati-hati"
Kata CakAli. Aku ambil keris itu dari
kotak dan aku pegang gagangnya dengan tangan kananku. Aku sangat penasaran ingn
melihat bentuknya. Srreett..,perlahan gagangnya aku tarik ke atas, tampak besi
hitam mengkilat berlekuk, kuamati lekukanya. Kuhitung ada tujuh belas.
" Luk pitulas" kata Cak Ali
" Emang Kenapa Cak" tanyaku
"Panjang" Jawabnya
" Ya iya lah, ... kalau Sembilan ya pendek. Maha karya seperti
ini kok menjauhkan manusia dari Tuhan ya? Aneh. Seharusnya kan lebih mendekatkan diri pada
Tuhan. Dengan bersyukur diberi kamuampuan
yang luar biasa dan dapat menikmuati keindahanya, subhanallah. Begitu ucpan
tasbihku selesai, keris ditanganku bergetar hebat, terasa berat dan gagangnya
panas. Cak Ali segera kamut kamit lagi dan akupn membaca ta'awudz dan laquah di
hati. Kini keris itu tenang dan terasa sangat ringan, bahkan tampak lebih berkilau
meski dari besi yang hitam legam.
"Jinnya sudah pergi Kang, sampean memang luar biasa Kang Tadi sebelum
kotak dibuka aku coba mengusirnya tapi jinnya mbandel, di tangan sampean langsung
lari terbirit-birit. Sampean pake jimat apa to kang " Tanya Cak Ali ketika aku memasukkan kambali
keris itu ke warangkanya
"Gak Pake apa-apa" Jawabku sambil menunjukan ke-10 jariku
"Kalung?" Tanya Cak Ali
"Kalungku aku Pake hanya waktu jahit. Kalungan meteran. Yo iku
jimatku, kalau gak dipake bajunya gak jadi..hehehe"
"Berarti Pake wirid, pasti !" Tebak Cak Ali.
"Wiridanya apa kang, masak sama temen sendiri gak mau kasih
tau" katanya sambil menatapku serius. Aku diam karena bingung, sebab aku merasa
tidak tahu namanya wirid apa. Tapi klo tidak aku jawab aku merasa tidak enak.
"Wirid Sasahidan" Jawabku sekenanya. Karena samalam aku mendegarkan
wayang dari radio pas Pak Manteb sedang menerangkan wirid sasahidan melalui Semar
yang sedang menerangkannya kepada anak-anaknya
"Wirid yang sperti apa itu Kang" Tanya Cak Ali. Belum sempat aku jawab Cak Jo nongol
di pintu sambil mmbawa undangan. Ternyata Aqiqah tetangga sebelah rumahanya.
"Nah,.. Kalau mau belajar wirid sebaiknya kepada Cak Jo... Dia
kan pernah lama nyantri" Saranku kepada Cak Ali
"Alah tambah payah, wong Cak Mat sama tikus aja lari terbirit-birit"
Sahut Cak Ali. Dia memangilnya Cak Mat karena memang namanya Muhammada BeJo Hayat
Darroin.
Isteriku dari dapur muncul, sambil membawa teh hangat sama pisang
goreng
"Yah, benang sama kain keras habis, sekalian beli minyak
obras. Tinggal sedikit" Kata
isteriku sambil meletakkan piring dan gelas di depanku dan Cak Ali.
" Duduk dulu Cak Jo, tak buatkan teh" Kata isteriku lalu
menuju dapur.
"Gak usah Nte, mau nganter undangan dulu ".
"Aku jug pulang saja dulu wong sampean mau beli benang " kata Cak Ali
setelah menghabiskan tehnya .
*****
Kukayuh sepeda pancalku yang sudah tua ke toko konfeksi. Sampai di
sna ramai pembeli. Terpaksa antri. Aku dduk di bangku panjang di teras toko yang
memang disdiakan untuk pelanggan. Sebelum duduk aku perrmisi kepada sebelahku,
seorang bapak yang sedang duduk.
"Sudah dari tadi Pak?" Tanyaku basa basi.
" Lumayan Mas, apa itu sepeda sampean" Jawab bapak itu dan
balik bertanya sambil mennjuk sepdaku yang aku pakir tidak jauh dari kami duduk.
“Sepeda cantik dan antik, Gazele 70 an”
“Benar Pak, tepatnya 68, lebih tua dari saya “ Jawabku
“Rumahnya dekat sini aja ya Mas?” Tanya bapak itu selanjutnya.
Mungkin karena aku hanya ngontel saja ke toko ini.
“Lumayan dekat, Dupak Jaya”
“Ooo kebetulan, apa dekat dengan orang pinter itu Mas”
“Orang yang mana ya Pak, di Dupak memang banyak orang pinter, mulai
dokter, dosen sampai aggota dewan” Jawabku.
“Bukan itu maksudnya Mas, tapi orang pinter yang sekarang banyak
diceritakan orang dan juga yang diceritakan tetanggaku”
"Emang ceriata ap Pak?"
"Anak gadisnya sembuh dari gangguan mahluk halus hanya dengan
disentuh pundaknya, apa Mas tahu rumahanya" Tanya bapak tadi
"Oo.. Ta tahu Pak... Gang empat. bapak nanti disana tanya saja"Jawabku
gugup.
"Terima kasih Mas, soalnya saya mau kesana, permisi Mas
ternyata isteri saya sudah nunggu" Kata bapak itu sambil menujuk perempuan
cantik berjilbab di dekat Innova, tanganya banyak membawa belanjaan dari toko sebelah.
Akhirnya selesai juga aku belanja. Aku tidak langsung pulang tapi mampir
dulu makan lontong balap di Kepanjen plus es degan ijo kemudian pulang. Begitu
aku sampai di depan pintu rumah hendak masuk berpapasan dengan tamu yang hendak
pulang. Lha, ternyata bapak yang tadi sempat ngobrol di toko konfeksi.
"Assalamualakum" Sapaku mendahului.
" Wa'alakum salam, jadi panjenengan to Mas orangnya, maaf ya Mas
saya tidak tahu"
Sama-sama Pak, monggo Pak Masuk"
Tamuku memperkenalkan diri, namanya Pak Haji Jakfar. Dan isterinya Bu
Hajjah Rahma. Akupun memanggilnya Abah dan Umi. Selain pengusaha konfeksi, ternyata
abah adalah guru seni rupa di skolah SMK Muhammadaiyah. Abah juga mempunnyai gerai
seni di pusat kota.
"Begini Pak.." Kata abah agak kikuk.
"Panggil Mas saja bah, biar lebih enak" Jawabku
"Begini Mas, ada lukisan di gerai saya yang aneh, lukisan
seorang perempuan ..."
"Aneh Kenapa bah" tanyaku penasaran seperti para pembaca
cerita ini, hehehehe.(Kalau gak penasaran pasti gak baca kan?)
"Sudah 3 kali dibeli orang tapi dikembalikan, mereka takut.
Aku diminta mengambilnya kembali tapi uangnya gak mau saya kembalikan. Padahal
terakhir laku 18 juta"
"Enak lah bah, rejeki nomplok " Jawabku sekenanya.
"Bukan begitu, Mas... Aku kok mrinding mau cerita, lihat Mas buluku mengkorok
samaua".
"Emangnya Kenapa Bah ?" Tanyaku
"Katanya wajah lukisan itu kadang berubah menyeramakan seperti nenek
sihir, kadang seperti muka hancur penuh darah, mulanya aku tidak prcaya,
makanya sampai aku jual 3 kali. Ternyata ceritanya sama. Padahal pernah saya
pelototi sampai sehari semalam ya tidak berubah, tetap lukisan wanita cantik. Dan
kaemarin malam aku bersama sopirku di gerai...sama aku gak lihat perubahan sama
sekali tapi sopirku pingsan ketika kutinggal kencing sebentar"
“Kenapa tidak minta bantuan orang pintar, Bah?”
"Saya takut syirik, sejak kecil saya diajarkan untuk tidak percaya
dengan dukun atau peramal" Jawab Abah. Makanya saya disaranka istri saya kesini,
menemui Mas Hanief, katanya Mas Hanief bukan dukun, bahkan juga tidak mau
dipanggil Kyai"
"Benar bah, saya bukan dukun, juga bukan Kyai, saya penjahit seperti
yang Abah lihat"
"Lalu menurut Mas Hanief bagaimana dengan lukisan itu" Tanya
umi
"Saran saya dimusnahkan saja, daripada nanti disalah gunakan
oleh orang, bagaimana menurut Abah?"
"Itu karya seni yang indah Mas Hanief" Jawab Abah
"Tapi Abah sudah menjualnya kan?, berarti itu sudah bukan
milik Abah lagi"
"Benar Mas Hanief, saya setuju. Bah uangnya juga sebaiknya
dikasih ke yatim atau masjid saja ya Bah, lagi pula lukisan itu berbahaya Bah"
Kata isterinya menyela.
" Baiklah saya setuju, terima kasih atas sarannya Mas, sepulang
ini akan langsung saya bakar" Kata Abah.
Sepulang Abah dan Umi aku dan isteriku sibuk menjahit bersama dua
tukang jahitku. Jam 12 siang baru istirahat. Aku Masuk kamar hendak ganti pakaian
untuk sholat jamaah di Masjid. Kedua penjahitku sudah berangkat lebih dahulu ke
Masjid. Aku bersyukur karena sekarang mereka rajin sholat jama'ah. Hasil
kerjaannya pun tambah baik. Benarlah kiranya bahwa dengan ibadah yang benar
akan berpengaruh positif pada pekerjan. Apapun profesinya.
Ketika aku hendak keluar melalui ruang tamu HPku berbunyi. Ternyata
Pak Haji Jakfar yang telpon. Beliau minta tolong aku datang ke gerainya karena
lukisannya tidak mempan dibakar. Beliau berinisiatif membawa lukisan itu ke
rumahkua. Tapi tak sorangpun karyawannya yag mampu mengangkat. Padahal tadi
bisa dipindah dari ruang studio ke ruang belakang untuk dibakar. Saya menyanggupinya untuk datang kira-kira setengah
jam lagi setelah sholat. Aku berpesan agar Abah tidak meninggalkan lukisan itu
sampai aku datang. Karena aku menduga lukisan itu masih di bawah kekuasaannya.
Akhirnya belum sampai setengah jam aku sudah datang bersama Cak Ali
yang aku minta untuk menemani. Ternyata dua orang pegawai Abah sudah menungguku
di depan gerai seni itu dan seorang diantara mereka mengajak kami masuk. seorang
lainya mengamankan sepeda motor Cak Ali, entah di parkir di mana karena gerai
ini sengaja tutup. Kami langsung di bawa ke ruang belakang. Tampak Abah sedang
duduk di depan lukisan dan segera berdiri hendak menghampiri dan menyambut
kami. Tetapi aku segera memberi isyarat untuk tetap duduk.
Lukisan gadis cantik membawa gentong air di kepala ini memang
indah. Terkesan hidup. Bahkan kebaya transparan yang dipakai benar-benar sperti
kain. Karya ini menunjukkan pelukisnya teliti dan detail serta halus. Tiba-tiba
lukisan yang ditaruh di lanta bersandar kursi bekas itu bergetar hingga kursi
sandarannya ikut bergoyang ketika Cak Ali memegang bingkai kayu bercat hitam itu.
" Hai lakanatullah keluarlah kembali ke asalmu " Kata Cak
Ali sambil mengepalkan tangan kanannya yang berhias akik hitam. Lukisan itu
diam. Tiba-tiba pegawai perempuan bercelana jean dan berjilbab yang tadi mengantar
kami menjerit lalu menyeringai dan melotot ke arah Cak Ali. Entah bagaimana dia
mendekat, tiba-tiba tangannya sudah menyerang dan memukul wajah Cak Ali.
Meskipun agak gendut ternyata Cak Ali lincah juga. Dengan menggeser kakinya ke samping,
pukulan itu mengenai tempat kosong, dan buggh,tendangan menyamping Cak Ali tepat
mengnai perutnya. Perempuan itu terjengkang hingga terduduk, lalu segera bangkit
lagi tanpa bantuan tangannya dan secepat kilat meluncur berputar seperi baling-baling
dengan kedua tangan siap mencengkeram. Cak Ali kelihatan kaget, aku juga terkesiap.
Dan detik itu seperti ada yang menggerakkan tanganku yang memegang botol kecil
air mineral yang baru saja aku minim reflek kulemparkan, wussh botol itu tepat mengenai
kepalanya membuat perempuan itu terdorong dan jatuh membentur tembok. Air botol
tumpah membasahi jilbabnya. Dari tumpahan air itu keluarr asap tebal. Aku melongo
heran. Permpuan itu bersimpuh minta ampn kepanasan. Aku Cak Ali dan Abah mendekat.
"Ya lakanatullah, bi idznilah keluar dan pergilah" Kataku.
Lalu perempuan itu tidak adarkan diri. Teman-temannya menolong. Saya yakin nanti
kalau sadar perutnya akan terasa mual karena tendagan telak Samo Hung tadi.
Aku pulang membawa lukisan itu bersama Cak Ali. Abah Jakfar menyerahkan
lukisan itu padaaku. Katanya terserah mau mau dijual atau dipasang di ruang
tamu. Tetapi aku merasa enggan untuk memajangnya di rumah, selain lukisan itu
mahal dan mewah tidak sesuai dengan rumahku yang jelek aku juga merasa tidak
enak karena lukisan itu meski tidak porno tapi menampakkan aurat dan menggoda
imajinasi. Akhirnya aku titipkan kepada Cak Ali untuk disimpan. Sepanjang perjalanan
Cak Ali masih penasaran dengan air tadi.
Dia tidak percaya kalau aku juga bingung, kenapa bisa mengeluarkan asap ketika menyiram
tubuhanya. Padahal air mineral itu aku ambil dari kulkas yang tadi malam aku dapat
dari aqiqah tetangga sebelah. Cak Ali juga hadir dan duduk bersamaku mengapit Abah
Kyai Saiful Bachri. Dugaan Cak Ali sama dengan aku. Jangan-jangan Abah Kyai lah
yang menyebabkannya.
"Sudah lah Cak gak usah menduga-duga, kita bersyukur saja kepada
Allah yang telah melindungi kita"
*****