AKU BUKAN KYAI –9
Episode: Surban
Kyai Blekok
Hampir
tiap sore di minggu kedua bulan ini selalu diguyur hujan. Kalau tidak sebelum
magrib kadang setelah isya. Seperti malam ini, langit menangis sejak maghrib padahal
sudah jam setengah sembilan. Malam ini aku ada janji dengan CakAli Sofiri akan
ke pesantren KyaiZuhdi, Aku kuatir jalan raya banyak yang banjir dan kendaraan
mogok sehingga mengganggu perjalanan kami ke pesantren.
Aku duduk di teras depan rumah menunggu CakAli datang samblil menikmati kopi
"Tongkat Ali" oleh-oleh seorag teman dari
Malaysia.Sayang Dji Sam Soeku tinggal bungkusnya saja. Mau melangkah ke warung
malas, nanti sajalah sekalian ke luar. Aku perhatikan langit, tetes-tetes
airnya mulai reda. Tidak lama kemudian Cak Ali muncul di depan rumah membuka pintu pagar,
"Jadi ke Kyaiapa gak Kang?" Kata CakAli
sambil duduk di kursi sampingku dan tangannya meraih gelas kopiku,
menyeruputnya dengan pelan karena panas.Dikeluarkanya Sampoerna Mild dari
sakunya. Ia mengambilnya sebatang dan menyulut ujungnya dengan Zippo. Dihisapanya
pelan-pelan lalu dari mulutnya keluar asap bergulung-gulung. Ia letakkan
bungkus rokok dan korek di dekat gelas kopi.
"Nanti agak malam aja , supaya air yang
menggenang agak surut,"
"Kalau tantri abeng bilang apapaun masalahnyamanajemen solusinya, orang Gubeng bilang siapapaun wali kotanya ngatasi
banjir masalah utamanya'’KataCakAli sambil menghembuskan asap rokokanya.
Aku cuman tersenyum mendengarnya. Memang dia paling
hobby banget kalau ngomentari kebijakan para elite.
"Kalau malam Kyai kan sudah tidak sibuk
ngajar" Kataku sambil meraih rokok dan korek milik CakAli
"Tinggal sebatang Cak !" Katakusambil
menunjukkan bungkus rokok kepadanya lalu kuremas dan kulempar ke tempat sampah
yang tidak jauh dari kami duduk. CakAli mengangkat pantatnya, lalu memasukkan
telapak tangannya ke saku samping celananya. Sebungkus Sampoerna Mild kini
berda di tangannya dan meletakkanya di samping gelas kopi.
"Apa
harus malam ini Kang?" TanyaCakAli
"Tidak
juga, tapi sepertinya ada perasaan kuat untuk ke sana malam ini "Jawabku
" Apa
mengenai masalah
nanggap wayang di Masjid tahun depan?"
"Bukan"
"Lalu?"
"Ya pingin ke sana saja"
"Aneh"
"Benar aku juga merasa aneh, gak tau lah Cak,
sejak setelah sholat tadai malam , ada perasaan kuat untuk ke sana malam ini,
makanya aku minta sampean menemani"
"Kalau begitu kita berangkat sekarang
saja, kita ambil jalan memutar biar gak kena banjir" KataCakAli
" Baiklah aku ambil jaket dulu dan kontak,
kamu yang nyetir ya?"
"Beres, ini kopinya tak habisin ya?'"
"Yut!" Kataku sambil berdiri untuk mengambil
jaket dan kontak di kamar.
Jam
setengah sebelas akhirnya baru sampai di pesantren. Jam segini Kyai berada di rumah tidak di pesantren lagi. Tapi aku minta Ca kAli ke pesantren dulu menemui Mbah Sastro . Tennyata benar Mbah Sastro dengan santri senior sedang di pos
jaga. Tampak di dekat Pos ada mobil avanza parkir mungkin Kyai sedang ada tamu.
CakAli pun memarkirkan sepeda disamping mobil itu
"Assalamu'alaikum
" sapaku begitu mereka mendekatiku. Mereka menjawab salamku dan kami saling berjabat tangan.
"Mau
ketemu Kyai ya Mas"
“Tampaknyaada
tamu ya Mbah ?"
"Ya,
baru sajamasuk lima orang tampaknya jamaah pengajian, seragamnya putih
putih"
"Dari
mana mereka?" Tanyaku sekedar iseng Tanya.
"Seperinya mereka baru kesini pak sayatidak
mengenal mereka”, Kata santri senior
"Tapi
aneh Mas, merekadengan halus menolak kami antar menemui Kyai," Kata santri
yang berusia sekitar dua puluhn itu.
"Perasaan
sayatidak enak Mas, tadi kelihatan
langkah mereka seperti terburu, ayo kita ke sana Mas" Ajak Mbah Sastro sambilberjalan menju rumahKyaiyang letakanya cukup jauh
meski dalam satu komplek. Kami pun mengikuti Mbah Sastro yang berjalan agak cepat menuju rumah besar itu. Aku
pun merasa aneh karena pintu
utama tertutup ,kaca jendela pun tertutup korden. Setelah gak dekat tampak
bayangan orang sedangbergerak dan seperti orang terpental. Mbah Sastro tiba-tiba seperti mluncur dan sudah berada di
depan pintu. Karena tidak bisa dibuka, Mbah
Sastro membetangkan tangannya.
"Bbraakk !" Kedua daun pintu itu jebol terkena dorongan tanganya dan
meluncur ke dalam rumah beberapa meter mengenai salah seorang tamu hingga
clurit di tangannya terjatuh. Seluruh mata tamu memandang kami.
Tampak Kyai
sedang duduk bersila di sofa dengan kanan bersdekap.
"
Kurang ajar!" Bentak Mbah Satro tepat di depan pintu. Di belakangnya CakAli juga sudah pasang
kuda-kuda
"
Kamu jangan mendekat, lebih baik ke belakang rumah dan pastikan Bu Nyai aman juga jangan gaduh agar santri lain
tidakdengar" Kataku kepadaa santri senior itu untuk menyingkir agar aman. Dia pun tanpa bicara
langsung lari ke belakang rumah Kyai.
Tampakanya para
pengeroyok Kyai gugup , gentar,dan panik.
Pilihan mereka hanya menyerang kami untuk bisa
kabur. Mereka bergerak menyerang dengan celurit yang mengilat putih kehitaman.Dua
orang menyerang Mbah Sastro, dua orang menyerbu Cak Ali, dan satu orang lagi yang
tadi terkena pintu segera mengambil celuritnya manatapku. Aku grogi juga karena tidak pernah berkelahi apalagi
lawan memegang clurit dan aku tidak memegang tongkat atau penthungan. Tanpa kusadari aku mundur
satu langkah. Tiba-tiba aku jadi ingat silat yang diajarkanKyai shofi dan
surban yangada dileherku. Aku tarik surbanku denganmembaca laquah. Kedua ujungnya aku pegang dengan
kedua tanganku. Aku mendur beberapa langkah ke teras agar leluasa bergerak atau
menghindar. Orang itu mendekat dengan langkah dan kuda-kuda rendah.
"Hati-hatijangan
sampai kabur!" Kata CakAli sambil berkelit
menghindari sebetan celurit diperutnya. Tampak celurit mengenai cendela mancep
di kayu . Selagi akan dicabut
"Buggh!"tendangan CakAli telak mengenai dadanya membutnya terpental jatuh
menjerit cukup keras dantidak bergerak lagi.
"Hiaatt.. ! " Tiba-tiba musuhku melompat dengan sangat cepat sambil membacok
ke arah leherku dan tendangan ke
arah perutuku. Aku maju selangkah dengan agak serong menghindari tendangan sekaligus
memapak clurit dengan surban yang
aku bentangkan dengan kedua tangan. Aneh, surban tidak putus atau sobek berpapasan
dengan celurit. Justru musuhku malahterdorong beberapa langkah ke belakang. Kesempatan
ini aku gunakanuntukmengibaskan surbanku sekeras mungkin dengan melepas salah
satu ujungnya ke arah kepala.
"Ctarr..! Aakhh..! “ Orang itu menjerit dan ambruk dengan kepala berdarah
retak dan dlosor mati seketika. Aku takut dan gemetar. Tubuhku menggigil.
"Astaghfirullah
hal adziem" Air mataku keluarmenangis ketakutan.
Mendengar
aku istighfar Mbah Sastro , CakAli,dan KyaiZuhdi
keluar dari rumah. Tampak ketiga musuh di dalam berdiri kaku dengan mata melotot.
Aku tidak tahu apayang dilakukan Mbah Sastro dan CakAli kepada mereka.
"Maafkan
saya pak,.. ". Aku bersujud menangis sesenggukan di depan musuhku yang telah mati.
"Sudahlah,
Dimas, ini bukan kesalahan Dimas,..semuanya nanti aku yang bertanggung jawab kepada polisi maupun kepada
keluarganya" Kata Kyai
"Biarkan
semua pada tempatnya sampai polisi datang " Kata Kyai sambil mengambil handphone dan menghubungi
polisi. Aku dibangkitkan oleh Mbah
Sastro dan dituntun duduk di
shofa. CakAli duduk di sampingku. Dibawah kaki CakAli tampak musuhnya yangtadi
kena tendangannya tergeletak dengan mata melotot.
"Tenanglah
kang, aku juga kali ini membunuh orang" KataCakAli
"Percayalah,
semuanya akan baik-baik saja, tidak ada yang akan dipenjara, kita membela diri, ini di dalam rumah Kyai, lagi pula mereka semuanya bersenjata"
Kata Mbah Sastro .
"Sebentar
lagi polisi datang, buka totokanmereka sebelum polisi datang" KataKyai. Mbah
Satro dan CakAli menghampiri mereka
dan membuka
totokan mereka.
Tapi mereka masih tetap
lunglai duduk ndeprok di tempat masing-masing.
"Diam
kalian semua, sekalisaja bersuara atau berdehem aku habisi seperti kedua temanmu
itu" Mbah Sastro mengancam dengan
mata melotot. Mereka menunduk gemetar. Tidak lama kemudian
terdengar suara sirene meraung-raung . Dua kijang terbuka dan satu sedan masuk.
Beberpa polisi turun berhamburan dan segera mengepung rumah Kyai. Para santri yang sedang istiraht malam
pun berhamburan keluardari kamar masing-masing.
Kyai Zuhdi dengan sangat
wibawa berdiri di depan rumahmemberi
isayarat agar para santri mundur untuk memberi
jalan polisi karena para santri mengira polisi akan menangkap Kyai.
*****
0 komentar:
Posting Komentar